... ternyata ada beberapa pihak yang menolak karena jangan-jangan tidak bisa 'diatur'."
Pemalang (ANTARA News) - Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Prof Mohamad Nasir mengatakan selalu berupaya mendorong DPR agar pemilihan umum bisa dilakukan secara elektronik melalui "e-voting".
"Kami selalu mendorong ke DPR. Namun, ternyata ada beberapa pihak yang menolak karena jangan-jangan tidak bisa 'diatur'," kata Nasir di Pemalang, Minggu.
Nasir mengatakan penggunaan teknologi pemilihan elektronik untuk pemilu jelas tidak akan bisa "diatur". Menurut dia, teknologi tidak akan mentoleransi "pengaturan" karena bersikap "hitam-putih".
Meskipun begitu, Nasir tetap berharap pemilihan secara elektronik tetap bisa dilaksanakan, meskipun tidak akan bisa dilakukan pada Pemilihan Presiden 2019.
"Pilpres belum memungkinkan karena undang-undangnya sudah ditetapkan. Mungkin secara teknis bisa dilakukan untuk pemilihan di luar negeri karena jumlahnya tidak banyak," tuturnya.
Nasir meninjau langsung pelaksanaan pemilihan kepala desa yang dilakukan secara elektronik di Desa Surajaya, Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang.
Teknologi pemilihan secara elektronik dikembangkan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan peralatannya diproduksi PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI), sebuah badan usaha milik negara yang bergerak di bidang telekomunikasi.
Deputi Teknologi Informasi, Energi dan Material Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Eniya Listiani Dewi mengatakan terdapat tahapan yang dilakukan secara elektronik, yaitu pemilihan, verifikasi, penghitungan dan rekapitulasi.
"Secara elektronik sudah tidak bisa dimanipulasi. Formulir C1 sudah dilengkapi dengan tandatangan digital yang akan otomatis hilang bila ada perubahan data sedikit saja," jelasnya.
Baca juga: Menristek meninjau pilkades secara elektronik di Pemalang
Baca juga: E-voting pangkas biaya pemilihan hingga 50 persen
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018