Jakarta (ANTARA News) - Upaya pelestarian lingkungan hidup dan kehutanan di Indonesia mendapat dukungan finansial internasional sebesar 78,48 juta dolar AS dari Global Environment Facility (GEF)-7 yang dialokasikan untuk kegiatan konservasi keanekaragaman hayati, pengendalian perubahan iklim dan penanganan degradasi lahan di Indonesia.

Dengan ini, Indonesia menjadi negara ketiga terbesar penerima alokasi System for Transparent of Allocation Resources (STAR) setelah China dan India, kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya dalam keterangan tertulis di terima di Jakarta, Minggu.

Pada acara National Dialogue Initiative -GEF dalam rangka perencanaan pemanfaatan sumber dana GEF-7, Siti Nurbaya mengungkapkan kerja sama dengan GEF ini agar dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, baik berupa program ataupun rekomendasi.

Lebih lanjut ia menjelaskan dalam sistem kerja politik di Indonesia, persoalan lingkungan dan keberlanjutan sudah punya legal aspek dan hubungan yang sangat kuat, mulai dari UUD 1945, sampai undang-undang dan peraturan. Dalam prakteknya, implementasi yang paling kelihatan adalah partisipasi "civil society".

"Dalam menghadapi persoalan bidang lingkungan hidup dan kehutanan, Indonesia sedang bergerak melakukan perbaikan kebijakan alokasi, keterlibatan masyarakat, upaya menekan ketidakadilan, kesehatan dan kebakaran hutan, produksi dan konsumsi, merkuri dan desertifikasi," katanya.

GEF yang dibentuk pada 1992 merupakan mekanisme pendanaan hibah untuk mendukung negara-negara dalam memenuhi komitmen dari konvensi-konvensi yang sudah diratifikasi, mengatasi masalah lingkungan global dan mendukung perencanaan dan pelaksanaan Sustainable Development Goals (SDG).

Pada prisnipnya program GEF sudah sejalan dengan upaya perbaikan lingkungan hidup dan kehutanan Indonesia. GEF mendapatkan mandat untuk menjadi mekanisme keuangan bagi konvensi Internasional, yakni Konvensi Keanekaragaman Hayati (Convention on Biological Diversity/UNCBD), Konvensi Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change/UNFCCC), Konvensi Penanggulangan Penggurunan (United Nations Convention to Combat Desertification/UNCCD), Konvensi Stockholm (Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutants/POPs), Konvensi Montreal (the Montreal Protocol on Substances that Deplete the Ozone Layer,MP), dan Konvensi Merkuri (the Minamata Convention on Mercury).

CEO GEF Ms. Naoko Ishii mengatakan Program GEF-7 memperkenalkan tiga Impact Program yang diharapkan dapat meningkatkan pencapaian target Manfaat Lingkungan Global (Global Environmental Benefits), yakni Sustainable Cities, Food System, Land Use and Restoration dan Sustainable Forest Management.

Selain itu, GEF-7 memberi perhatian peran dunia usaha dan kelompok pemangku kepentingan lainnya dalam menyukseskan program GEF mendapatkan perhatian yang lebih besar untuk memperluas manfaat global dari program GEF tersebut.

Ketersediaan pendanaan GEF bersumber dari kontribusi berbagai negara (contributor) yang diperbaharui setiap empat tahun, atau disebut sebagai GEF Replenishment Cycle (Siklus GEF). Pada 1 Juli 2018 yang lalu telah dimulai Siklus GEF yang ke 7 (GEF-7) dengan nilai keseluruhan dana sebesar USD 4.1 milyar, untuk periode 1 Juli 2018 hingga 30 Juni 2022.

Pemanfaatan sumber pendanaan GEF-7 akan dimanfaatkan oleh sekitar 183 negara dan akan dialokasikan ke dalam 5 (lima) focal area, yaitu Keanekaragaman Hayati (biodiversity), Perubahan Iklim (climate change), Perairan Internasional (international waters), Degradasi lahan (land degradation) serta Bahan Kimia dan Limbah (chemical and waste).

Baca juga: Donor janjikan 250 juta dolar AS untuk adaptasi iklim

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2018