Jakarta (ANTARA News) - Aliansi Rakyat Menggugat Skandal BLBI menilai bahwa pemberian kompensasi/dispensasi berupa release and discharge bagi para obligor pengemplang dana BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) telah mencederai keadilan dan rasa kemanusiaan serta bertentangan dengan kepentingan nasional. Untuk itu, sekitar 100 demonstran dari Aliansi Rakyat Menggugat Skandal BLBI, Senin, melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Kejaksaan Agung Jakarta, mendesak Jaksa Agung untuk menangkap dan mengadili koruptor kelas kakap dan menyita harta mereka untuk kesejakteraan rakyat. Menurut koordinator aksi, Basuki Oktaviano, sejauh ini koruptor dana BLBI belum tersentuh hukum bahkan pemerintah membiarkan mereka berlindung dan melarikan diri ke luar negeri. Ia mengatakan, kasus dugaan penyimpangan dana BLBI sudah berlangsung selama 10 tahun tanpa kepastian, bahkan mereka mendapatkan `release and discharge` dari pemerintah pada era Presiden Megawati Soekarnoputri. "kondisi ini sangat ironis terlebih ketika pemerintah berkompromi dengan memberikan dispensasi kepada delapan koruptor BLBI hingga akhir tahun 2006, tapi malah kemudian mereka melarikan diri dan berlindung di negara lain," kata Basuki. Sementara itu dalam salinan audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) pada 30 November 2006, terdapat dua konglomerat penerima BLBI terbesar yang menyebabkan kerugian negara lebih dari Rp62 triliun, yaitu Anthony Salim (Salim Group) dan Sjamsul Nursalim (Gajah Tunggal Group). Nilai penjualan dari aset Salim Group yang diserahkan ke BPPN hanya 36,77 persen atau Rp19,38 triliun dari total Rp52,72 triliun yang seharusnya disetorkan kepada negara. Walau begitu, Anthony Salim mendapat Surat Keterangan Lunas (SKL) dari negara. Berdasarkan audit BPK, Sjamsul Nursalim berkewajiban membayar dana BLBI Rp 28,488 triliun, namun setelah dilakukan perhitungan oleh auditor independen pada tahun 2000, nilai aset kelompok Gajah Tunggal hanya sekitar Rp1,441 triliun. Penyelidikan ulang kasus BLBI sedang menjadi prioritas pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla, sebagai upaya pemberantasan korupsi yang tidak diskriminatif. Kejaksaan Agung sendiri membentuk tim khusus yang terdiri atas 35 jaksa yang direkrut dari berbagai daerah di Indonesia. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kemas Yahya Rahman sebelumnya mengemukakan, pihak menetapkan waktu tiga bulan untuk memberikan kesempatan kepada 35 jaksa tersebut untuk melakukan penyelidikan kasus BLBI ini. Tim jaksa ini adalah tim yang memiliki integritas dan kapasitas yang handal dalam melakukan pengusutan dan penyelesaian mega-skandal korupsi BLBI, katanya dan menegaskan bahwa tidak ada satu pihakpun yang dapat mengintervensi kasus ini.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007