"Ke depan tidak boleh ada lagi hatchery (tempat penetasan) kerang mutiara yang menggantungkan keperluan induknya dari alam"
Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendorong agar pusat pemuliaan induk di berbagai daerah terus memproduksi induk dan benih unggul tiram mutiara untuk menghentikan berkurangnya ketersediaan induk tiram mutiara di alam.
"Ke depan tidak boleh ada lagi hatchery (tempat penetasan) kerang mutiara yang menggantungkan keperluan induknya dari alam, tapi harus didapatkan dari pusat induk kekerangan," kata Dirjen Perikanan Budidaya KKP, Slamet Soebjakto, Jumat.
Menurut dia, hal tersebut penting sebagai bagian dari upaya mengendalikan eksploitasi induk tiram mutiara yang selama ini masih tergantung dari tangkapan di alam dan berdampak terhadap penurunan stok induk tiram mutiara di berbagai lokasi.
Ia memaparkan, untuk memperkuat keberlanjutan produksi induk tiram mutiara, telah dibentuk jejaring induk tiram mutiara diantaranya beranggotakan Balai Produksi Induk Udang Unggul Dan Kekerangan (BPIU2K) Karangasem Bali, Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Lombok, dan Balai Besar Riset Budidaya Laut dan Penyuluhan Perikanan (BBRBLPP) Gondol Bali.
Melalui jejaring ini, lanjutnya, dilakukan pembagian tugas diantaranya tugas pemuliaan dan perbanyakan induk maupun calon induk.
Saat ini, BPIU2K Karangasem diwartakan telah berhasil mengembangkan breeding program tiram mutiara. Dengan luasan mencapai 2 hektar mampu menghasilkan produksi sepat mutiara yang siap turun ke laut dengan ukuran 1 mm - 1,5 mm hingga mencapai 2,5 juta ekor per tahun.
Hasil breeding program ini juga telah terdistribusi untuk memenuhi kebutuhan di Sulawesi Tenggara (Kendari, Buton), Sulawesi Tengah (Pulau Togean), NTB (Bima, Lombok), Jawa Timur (Trenggalek), Lampung, dan NTT (Manggarai, Labuan Bajo).
Di samping itu, BPIU2K Karangasem juga terus mendorong upaya pengembangan budidaya mutiara di masyarakat sebagai upaya pemberdayaan masyarakat melalui segmentasi usaha.
"Dengan begitu, selain untuk meningkatkan pendapatan pembudidaya juga untuk meluruskan anggapan bahwa budidaya tidak bisa dilakukan oleh masyarakat," ucapnya.
Slamet juga menghimbau, bahwa sepat kerang mutiara ke depan sebaiknya tidak lagi diekspor ke luar negeri, antara lain untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri sebagai upaya menggenjot peningkatan produksi mutiara nasional.
Selain itu, ujar dia, pemda harus segera menetapkan perda Zonasi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil (RZWP3K) sebagai upaya untuk menghindari konflik kepentingan dalam pemanfaatan ruang yang ada.
"Lebih penting lagi, sebagai instrument untuk memberikan kepastian berusaha dan jaminan keamanan investasi pada usaha budidaya mutiara," pungkasnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Budidaya Mutiara (ASBUMI), Mulyanto, dalam kesempatan yang sama mengatakan bahwa estimasi potensi perairan Indonesia untuk budidaya mutiara diperkirakan mencapai lebih kurang 18 ton per tahun.
Saat ini, pasar mutiara dunia di dominasi empat jenis mutiara, yaitu, mutiara laut selatan (south sea pearls), mutiara air tawar (fresh water pearls), mutiara akoya (Akoya Pearls) dan mutiara hitam (black pearls).
Sedangkan sejak 2005 Indonesia telah menjadi negara produsen mutiara laut selatan terbesar di dunia dengan memasok 43 persen kebutuhan dunia.
Baca juga: Budi Daya Kerang Mutiara Cocok untuk Investasi
Baca juga: Perajin kerang mutiara harapkan bantuan modal pemerintah
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018