Depok (ANTARA News) - Bagi Mooryati Soedibyo menuntut ilmu tidak mengenal batasnya, meski usia telah senja, tetapi dirinya tetap bersemangat menuntut ilmu, hingga jejang doktoral sekaligus untuk menhindari kepikunan. Direktur Utama Jamu Mustika Ratu itu meyakini, kalau manusia terus menerus menuntut ilmu, maka ia bakal terhindar dari penyakit pikun. "Kalau belajar kan otak selalu dipakai, sehingga tidak akan pikun," kata Moooryati, yang meraih gelar doktor dalam bidang Marketing-Strategic Management di Universitas Indonesia (UI), di Balairung, UI, Depok, akhir pekan ini. Usia Mooryati kini telah mencapai 78 tahun. Wanita kelahiran Surakarta, Jawa Tengah, 5 Januari 1928, menyadari usianya sudah tidak muda lagi, namun ia merasa keadaan fisiknya masih tetap sehat dan mampu melakukan kegiatan sehari-hari, dan menuntut ilmu di UI. "Menuntut ilmu itu "Long Life Learning" karena banyak manfaatnya bagi diri sendiri dan orang lain," kata Mooryati. Namun, Mooryati melakukan semua ini bukan hanya untuk kepentingan diri sendiri dan perusahaan saja, tapi juga untuk bangsa dan negara. Kelak ilmu yang didapatnya di UI, akan bisa diterapkan di perusahaan yang dipimpinnya, katanya sambil tersenyum ceria dengan pakaian wisudanya. "Sebetulnya perusahaannya juga telah melakukan manajemen yang ilmiah selama 30 tahun," paparnya. Dalam disertasi doktornya, MOoryati mengungkap fakta bahwa tidak selalu perusahaan keluarga tidak bisa berkembang dalam beberapa generasi. Bahkan di luar negeri kata dia banyak perusahaan keluarga yang bisa semakin berkibar dan mempunyai nama besar. Mooryati Soedibyo merupakan pakar dan pelaku industri jamu terkemuka di Indonesia, bahkan juga diakui dunia internasional. Warisan tradisional nenek moyang dari lingkungan keraton kerajaan Jawa, yang hampir terpendam bahkan dilupakan masyarakat sebagai bagian utuh tak terpisahkan dari perawatan kesehatan dan kecantikan tubuh, olehnya diangkat kembali ke permukaan. Dalam sentuhan tangan dinginnya jamu merek Mustika Ratu mampu dipersandingkan bersaing sejajar bahkan mengungguli obat-obatan klinis keluaran industri farmasi. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007