Jakarta (ANTARA News) - Shinta Nuriyahm istri mantan Presiden Abdurrahman Wahid, meminta pemerintah bertanggung jawab atas hilangnya sejumlah seniman dan aktivis pada masa Orde Baru.
Shinta yang memberi sambutan pada perayaan Ulang Tahun Wiji Thukul, di Galeri Cipta 3 Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, Minggu malam, mengingatkan salah satu amanah pemerintah dalam menjalankan negara adalah menjaga dan melindungi rakyatnya.
Karena itu, terhadap hilangnya sejumlah seniman dan aktivis pada masa Orde baru, Shinta berharap pemerintah segera mengungkap misteri tersebut.
"Pemerintah harus bertanggung jawab atas penghilangan manusia secara paksa, hal itu penting untuk memberi sebuah penawar kesedihan bagi keluarga yang ditinggalkan orang-orang terkasihnya," ujar Shinta yang malam itu mengenakan busana batik hitam dan kerudung putih.
Wiji Thukul adalah seniman sekaligus aktivis yang menghilang sejak 1996. Aktivitas seninya kerap menunjukkan sikap kritis dan perlawanan pada pemerintah saat itu. Pria kelahiran 26 Agustus 1963 ini hingga kini tak diketahui nasibnya.
Istri Wiji Thukul, Dyah Sujirah alias Sipon, mengaku kecewa kepada pemerintah yang hingga kini belum memberi kejelasan nasib suaminya.
Menurut Sipon, selama ini pemerintah seolah hanya mendengarkan keluhan dan desakan keluarga yang kehilangan orang-orang terdekatnya, namun hingga kini belum ada langkah atau kemajuan apapun.
Kepada Ibu Shinta Nuriyah, Sipon juga meminta kesediaannya untuk menyampaikan desakan kepada pemerintah untuk segera memberi kejelasan nasib suaminya.
"Semoga suara Ibu bisa lebih didengar oleh pemerintah, sebab kelihatannya suara kami sudah tidak dihiraukan lagi," ujarnya, seraya memberikan potongan tumpeng ulang tahun kepada Shinta.
Acara peringatan ulang tahun Wiji Thukul ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan Pekan Pentas Seni Budaya bertajuk "A Week To Remember" yang digelar Ikatan Keluarga Orang Hilang (IKOHI) dan sekaligus memperingati Hari Penghilangan Paksa Internasional 2007 yang jatuh pada 30 Agustus.
Pentas seni budaya itu diawali dengan peringatan ulang tahun Wiji Thukul, peluncuran buku "Kebenaran Akan Terus Hidup", pemutaran video dokumenter tentang Wiji Thukul, dan pembacaan puisi di antaranya oleh anak pertama Wiji Thukul, Fitri Nganthi Wani.
Selanjutnya hingga 31 Agustus akan berlangsung lokakarya Korban dan Peluncuran Koalisi Anti Penghilangan Paksa, peluncuran dan diskusi buku "Nunca Mas !", pemutaran film tentang Penghilangan Paksa, Pameran Memorabilia Korban Penghilangan Paksa, dan audiensi ke Departemen Luar Negeri.
Ketua IKOHI, Mugiyanto, mengatakan pemerintah hingga saat ini masih mengabaikan kasus pelanggaran Hak Azasi Manusia dan penghilangan paksa. Karena itu, momentum ulang tahun Wiji Thukul juga dimaksudkan untuk mengingatkan dan mendesak pemerintah terhadap kewajiban mengungkap kasus-kasus. (*)
Copyright © ANTARA 2007