Jakarta (ANTARA News) - Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan Bisnis (P2EB) Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) merilis survei yang dilakukan pada 2018 bahwa tingkat peredaran rokok ilegal nasional turun menjadi 7,04 persen pada 2018.
Peneliti FEB UGM Arti Adji dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan Jakarta, Kamis, mengatakan tingkat peredaran rokok ilegal nasional 7,04 persen tersebut turun dibandingkan angka pada 2016 yang sebesar 12,14 persen.
"Estimasi cukai rokok ilegal ini penting karena cukai rokok adalah instrumen pengendalian konsumsi rokok. Jadi kalau mengetahui besarnya rokok ilegal maka akan mengetahui seberapa efektif pengendalian konsumsi," ujar dia.
Ia mengatakan tipe pelanggaran masih didominasi oleh rokok polos atau rokok yang tidak dilekati pita cukai sekitar 52,6 persen dari total rokok ilegal.
Pelanggaran berikutnya yaitu menyangkut pita cukai palsu, rokok dengan pita cukai tidak sesuai peruntukan, rokok dengan pita bekas dan rokok dengan pita cukai salah personalisasi.
Survei dilakukan di 426 kota dan kabupaten dari 29 provinsi di Indonesia. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode stratified random sampling.
Hasil survei P2EB FEB UGM juga menyebutkan bahwa nilai pelanggaran atas non-compliance oleh industri sekitar menggunakan selisih terendah mencapai Rp909,45 miliar, atau menurun dari survei sebelumnya pada 2016 yang mencapai Rp2,4 triliun.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengatakan penurunan peredaran rokok ilegal tidak terlepas dari upaya pengawasan melalui program penertiban cukai berisiko tinggi yang dicanangkan pada 2017.
Hingga 14 September 2018, DJBC telah melakukan 4.062 penindakan terhadap rokok ilegal atau meningkat dibandingkan tahun sebelumnya 3.966 penindakan.
Baca juga: Bea Cukai: Harga rokok Indonesia tidak murah
Pewarta: Calvin Basuki
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2018