Yogyakarta (ANTARA News) - Sebanyak 8.000 anak usia sekolah di Indonesia saat ini belum bisa mengakses layanan pendidikan, kata Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa (SLB) Departemen Pendidikan Nasional, Eko Jatmiko Sukarso di Yogyakarta, Minggu. "Masih banyak anak usia sekolah belum bisa mendapatkan pendidikan karena kondisi sosial yang tidak memungkinkan, seperti cacat fisik dan mental, terkena bencana alam, tempat tinggal yang terpencil, dan merupakan komunitas suku terbelakang," katanya kepada wartawan. Ia mengatakan, komunitas adat terpencil yang belum terjamah oleh layanan pendidikan tersebar di seluruh Indonesia, di masing-masing provinsi terdapat komunitas semacam itu. "Namun sampai saat ini belum terpikirkan bagaimana cara menanggulanginya, padahal berdasarkan UUD 1945 dan UU Sisdiknas pemerintah berkewajiban untuk memberikan pendidikan bagi semua anak Indonesia," katanya. Ia mengatakan, pada 2007 pemerintah menerima permintaan untuk mengatasi permasalahan ketersediaan layanan pendidikan di Suku Samin Jawa Tengah. Sementara itu, pendidikan bagi siswa luar biasa terutama siswa yang mengalami ketunaan juga belum bisa digarap secara maksimal karena terbatasnya anggaran. "Direktorat pembinaan SLB masih dipandang marjinal, dan anggaran untuk direktorat ini adalah anggaran paling kecil dibandingkan dengan direktorat yang lain," katanya. Selain itu, hambatan yang ditemui adalah pandangan masyarakat, baik dari kalangan politik, kalangan pendidikan, maupun masyarakat umum bahwa anak cacat harus disekolahkan pada sekolah khusus, tidak bisa dicampur dengan anak normal. Disamping itu, permasalahan pendidikan di Indonesia juga ditandai dengan masih terdapatnya 2,5 juta pekerja anak yang tidak bisa sekolah karena harus bekerja. "Padahal berdasarkan peraturan lembaga buruh Internasional, anak yang berusia di bawah 13 tahun tidak boleh bekerja dan harus sekolah," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007