Sukabumi (ANTARA News) - Industri minuman berenergi di Indonesia menghadapi stigma salah dari masyarakat sehingga tidak bisa berkembang optimal dan kalah bersaing dengan negara lain di ASEAN.
"Kebanyakan masyarakat masih menilai minuman berenergi tidak baik untuk kesehatan dan anggapan itu salah dan merugikan industri minuman berenergi," kata Chief Operating Officer PT Asia Health Energi Bevereges Trisno Winata di Sukabumi, Rabu.
Dia mengatakan akibat stigma tersebut persentase masyarakat Indonesia yang minum minuman berenergi sangat kecil dan jauh di bawah Vietnam dan Thailand.
Padahal, kata dia, yang perusahaan memproduksi Kratingdaeng, sudah mendapat izin edar dari BPOM dan dinyatakan aman dikonsumsi serta tidak membahayakan konsumen.
Selain itu, produknya juga sudah mendapat sertifikasi halal dari MUI yang di dalamnya halal dalam proses produksi, persiapan produksi sampai pada penyiapan pascaproduksi.
Dia menilai, sebenarnya jika pengetahuan masyarakat mengenai minuman berenergi aman dikonsumsi, maka peluang di Indonesia sangat terbuka luas dan bisa berkembang.
"Kita akan terus memberikan informasi yang benar soal manfaat produk ini sehingga industrinya juga bisa berkembang. Kami tetap optimistis," katanya.
Di Indonesia, pangsa Kratingdaeng merebut pasar sekitar 65 persen dibanding dengan perusahaan sejenis.
Perusahaan itu di Indonesia sebesar 51 persen merupakan penanam modal asing dan 49 persen merupakan penanam modal dalam negeri.
Sampai saat ini Kratingdaeng yang berasal dari Thailand sudah dijual di hampir di seluruh negara Asia Tenggara dan 165 negara lain di dunia dengan nama lain RedBull.
Baca juga: Pameran bahan baku industri mamin dari 46 negara digelar Oktober
Pewarta: Ahmad Wijaya
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2018