Jakarta (ANTARA News) - Badan Pengawas Pemilu meminta Komisi Pemilihan Umum untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung yang menyatakan mantan narapidana kasus tindak pidana korupsi diperbolehkan untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.

"KPU harus segera merevisi Peraturan KPU itu dalam waktu secepatnya, karena tanggal 20 September sudah penetapan daftar caleg tetap (DCT)," kata Ketua Bawaslu Abhan usai Rapat Pleno Rekapitulasi DPT Hasil Perbaikan di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Minggu.

KPU juga harus berkonsultasi dengan DPR agar keputusan untuk merevisi PKPU bisa dilakukan segera.

"Konsultasi kepada DPR bisa dilakukan secara tertulis karena mendesak. Tapi agar tak jadi persoalan, ya secepatnya tanggal 20 sudah DCT," ucap Abhan.

Bawaslu menyebutkan ada 41 bakal caleg yang pernah bermasalah dengan kasus korupsi, yakni tiga dari DPD dan 38 dari DPRD tingkat kabupaten dan provinsi.

Mengenai adanya wacana untuk surat suara bagi mantan narapidana korupsi, Bawaslu menyerahkannya ke KPU. Namun paling tidak masyarakat harus tahu rekam jejak politikus yang pernah menjadi narapidana korupsi.

"Bagi kami minimal, CV dari calon itu harus dibuka," tutur Abhan.

Baca juga: MA nyatakan mantan napi korupsi boleh nyaleg

Uji materi terkait larangan mantan narapidana kasus korupsi, bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak untuk menjadi bakal calon anggota legislatif (bacaleg) dalam Pemilu 2019 sudah diputus oleh MA pada Kamis (13/9).

Dalam pertimbangannya, MA menyatakan bahwa ketentuan yang digugat oleh para pemohon bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi, yaitu UU 7/2017 (UU Pemilu).

Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa mantan terpidana kasus korupsi diperbolehkan mencalonkan diri sebagai anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten-kota asalkan memenuhi beberapa persyaratan.

Putusan MA tersebut juga mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji UU Pemilu yang menyebutkan bahwa mantan terpidana diperbolehkan mencalonkan diri sebagai anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten-kota asalkan yang bersangkutan mengakui kesalahannya di depan publik.

Adapun perkara uji materi yang dimohonkan oleh Wa Ode Nurhayati dan KPU ini diperiksa dan diputus oleh tiga hakim agung, yaitu Irfan Fachrudin, Yodi Martono, dan Supandi, dengan nomor perkara 45 P/HUM/2018.

Baca juga: Parpol didesak coret caleg bekas napi korupsi
Baca juga: PKS sesalkan Putusan MA terkait mantan napi korupsi
Baca juga: KPK hormati putusan MA soal napi korupsi

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2018