Jakarta (ANTARA News) - Politisi PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu berpendapat bahwa kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tengah bermanuver politik dengan menyebut pemilih ganda sebanyak delapan juta.
"Sebelumnya kubu Prabowo-Sandiaga menemukan 25 juta pemilih ganda. Namun, beberapa hari kemudian menemukan delapan juta pemilih ganda. Jumlahnya berubah-ubah. Ada motif politik yang disampaikan kubu Prabowo-Sandi," kata Masinton dalam diskusi publik bertema DPT bermasalah, hak pilih terancam di Kantor The Indonesian Institute (TII), Jakarta Pusat, Jumat.
Menurut dia, akurasi data yang disampaikan kubu Prabowo-Sandi tidak kredibel karena selalu berubah-ubah. Oleh karena itu, dirinya mengajak seluruh peserta pemilu secara bersama-sama dengan KPU menyisir pemilih ganda.
"Saya minta KPU lebih transparan dan melibatkan seluruh peserta pemilu dalam pemutakhiran data pemilih dan mengecek pemilih yang ganda," kata Masinton.
Dalam kesempatan itu, anggota Komisi III DPR RI ini meminta KPU bersikap secara profesional agar penyelenggaraan pemilu dapat berjalan dengan baik.
"KPU harus bekerja profesional, agar pemilu berjalan demokratis tanpa ada penghilangan hak pemilih. Di sini menurut saya peran dari KPU agar pemilu berjalan baik," tegasnya.
Dia juga meminta KPU bisa bekerja secara netral dan tidak berpihak kepada siapa pun atau kubu mana pun.
"Jangan lagi itu pro ke sana, pro ke sini. Sebagai penyelenggara harus netral dan apa pun kalau penyelenggara netral suara rakyat bisa dijamin sesuai pilihan rakyat," kata Masinton.
Di tempat yang sama, pakar The Indonesian Institute (TII), Fadel Basrianto mengatakan, masih ada masyarakat yang memiliki Daftar Pemilih Tetap (DPT) ganda.
Ia menilai ada beberapa perbedaan data antara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Permasalahan ini harus segera diselesaikan," katanya.
Fadel menduga, DPT ganda terjadi karena adanya persoalan ego sektoral antara pihak penyelenggara pemilu dengan pihak Kemendagri yang masing-masing mempunyai data.
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018