Kalau tidak EBT, kita akan terus mengandalkan batubara dan minyak bumi yang bisa membuat perubahan iklim..

Jakarta (ANTARA News) - Pembangunan pembangkit listrik berbasis energi baru dan terbarukan (EBT) adalah sebuah keniscayaan demi kemandirian bangsa sekaligus menjadi solusi dalam mitigasi perubahan iklim global, kata anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Sonny Keraf

"Semua harus duduk bersama mencari solusi. EBT tetap dibangun tetapi mitigasi dampak lingkungannya harus dilakukan sejak perencanaan awal sampai seluruh masa operasi sehingga tidak terjadi dampak lingkungan yang dikhawatirkan," kata Sonny Keraf dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Jumat,

Dia meminta lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang menentang pengembangan pembangkit listrik EBT agar berpikir komprehensif tidak hanya pada aspek konservasi lokal semata.

Indonesia harus mengembangkan pembangkit listrik EBT karena energi berbasis fosil selain menghambur-hamburkan devisa juga boros emisi gas rumah kaca (GRK) yang berdampak buruk pada perubahan iklim global.

"Kalau tidak EBT, kita akan terus mengandalkan batubara dan minyak bumi yang bisa membuat perubahan iklim. Ini berbahaya karena bisa memberi dampak yang lebih besar seperti tergangguhnya musim tanam," kata Sonny yang merupakan Menteri Lingkungan Hidup periode 1999-2001.

Dia menyebutkan, pembangkit listrik EBT yang paling potensial dikembangkan di Indonesia adalah tenaga air, selain panas bumi. "Pembangkit lisrik tenaga surya dinilai sulit diandalkan dalam skala besar sementara pembangkit listrik tenaga bayu menghadapi kendala tekanan angin yang tidak stabil," katanya.

Terkait Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batangtoru di Tapanuli Selatan, Sumut, Sony menyatakan tetap bisa dibangun, tetapi langkah-langkah kongkrit konservasi orangutan adalah bagian mutlak dari pembangunan dan operasi PLTA

PLTA Batangtoru berkapasitas 510 Mega Watt (MW) dan akan menyediakan listrik bagi Sumatera Utara, yang saat ini masih mengandalkan pasokan dari kapal pembangkit diesel yang disewa dari Turki.

Sebelumnya Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Utara menggugat SK Gubernur Sumut yang memberi izin lingkungan untuk pembangunan PLTA Batangtoru karena dinilai mengancam ekosistem yang kaya biodiversiti, diantaranya habitat 800 orang utan dan mengancam rimba terakhir di Sumatera Utara.

Baca juga: KLHK pastikan PLTA Batangtoru tidak ganggu habitat orangutan
Baca juga: DPR minta USU kawal pembangunan PLTA pro lingkungan


Kebutuhan Rakyat

Sementara itu, Gus Irawan Pasaribu, Ketua Komisi VII DPR yang membidangi energi dan lingkungan, menyayangkan jika masih ada pihak yang menentang pengembangan PLTA Batangtoru dengan alasan untuk perlindungan orangutan.

Menurut dia, memperhatikan orangutan memang penting, tetapi jangan melupakan kebutuhan rakyat terhadap energi. “Orangutan penting, tapi orang beneran yang bermartabat jangan dilupakan," katanya.

Pengembangan proyek energi terbarukan, kata Gus, sudah pasti ramah lingkungan karena membutuhkan kelestarian alam agar pembangkit listrik bisa beroperasi berkesinambungan,” katanya.

Upaya pemantauan melekat untuk menjaga kelestarian juga terus dilakukan pemerintah. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terus memonitor praktik merawat kelestarian lingkungan dalam kegiatan pembangunan proyek strategis nasional.

Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wiratno menyatakan, KLHK akan menjaga agar pembangunan PLTA Batangtoru berdampak minimal terhadap populasi orangutan tapanuli.

Dia menyatakan, KLHK telah mengirimkan tim untuk memonitor dampak lingkungan pembangunan PLTA Batangtoru. Tim terdiri dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Sumatera Utara, Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) Unit XI Sumatera Utara dan Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aek Nauli.

"Ibu Menteri LHK (Siti Nurbaya) menginstruksikan agar populasi orangutan tetap terjaga," kata Wiratno.

Baca juga: Energi terbarukan tingkatkan kesejahteraan dan perkuat ketahanan
Baca juga: Ekonom: PLTA pro lingkungan dan hemat devisa

Pewarta: Erafzon Saptiyulda AS
Editor: Arief Mujayatno
Copyright © ANTARA 2018