"Tindakan yang diduga dilakukan aparat keamanan di laut itu harus diproses secara hukum dan tidak boleh dibiarkan," kata Nazli, Wakil Ketua DPD HNSI Sumatera Utara, di Medan, Rabu.
Ia menjelaskan nelayan Tanjung Balai berada di perairan Riau untuk mencari kerang. "Tidak ada larangan bagi nelayan asal Sumatera Utara mengambil kerang di perairan Kepri, dan kenapa mereka ditembak. Ini sangat keterlaluan dan merupakan pelanggaran," ujar Nazli.
Kalau pun para nelayan tersebut dianggap melakukan pelanggaran, ia melanjutkan, aparat semestinya menindak mereka sesuai dengan aturan yang berlaku dan tidak menembakinya di tengah laut.
"Pihak berwajib tentunya harus mengedepankan penegakan hukum dan tidak melakukan penembakan, sehingga menghilangkan nyawa nelayan," katanya.
Dia mengimbau nelayan Tanjung Balai selanjutnya lebih hati-hati. "Jangan ada lagi, nelayan Tanjung Balai yang mengalami nasib seperti itu, dan cukuplah hanya ini saja yang terjadi," katanya.
Seorang nelayan warga Kota Tanjungbalai tewas dan dua lainnya terluka setelah menjadi sasaran penembakan orang yang diduga aparat keamanan di kawasan Pulau Halang. Nelayan yang meninggal dunia menurut informasi dari RSUD Dr.Tengku Mansyur mengalami luka di dada sementara dua nelayan lain terluka di paha dan pelipis.
"Belum diketahui penyebab luka tersebut. Untuk memastikannya harus dilakukan autopsi baik kepada jenazah mau pun kedua korban lainnya," kata Subroto, Kepala Tata Usaha RSUD Dr. Tengku Mansyur.
Rekan korban, Ikif (24 tahun), menjelaskan bahwa pada Minggu (9/9) sekitar pukul 22.00 WIB sebelas nelayan yang sedang mengambil kerang di perairan Pulau Halang menjadi sasaran penembakan setelah kapal motor Berkah Sari Gt-15 yang mereka gunakan dikejar-kejar oleh satu perahu bermotor.
"Begitu dekat, kami disorot dengan lampu suar dan langsung diberondong (tembakan)," kata Ikif, yang memperkirakan setidaknya ada dua puluhan tembakan yang dilepaskan ke arah mereka.
Baca juga: Perompak tewaskan nelayan kerang di Riau
Pewarta: Munawar Mandailing
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018