Jakarta (ANTARA News) - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono turun tangan mengatasi konflik pembalakan liar (illegal logging) antara Dephut dan Kepolisian yang menyebabkan produksi dua industri pulp dan kertas besar terhenti. "Konflik tersebut sudah berkepanjangan dan sudah mengancam iklim dan citra investasi di Indonesia, sehingga pemerintah pusat cq Presiden perlu turun tangan," ujar Ketua Umum Kadin Indonesia MS Hidayat pada jumpa pers bersama Menperin Fahmi Idris di Jakarta, Kamis. Ia mengatakan akibat perselisihan dan perbedaan persepsi antara Dephut dan Kepolisian yang berkepanjangan mengenai pembalakan liar, dua perusahaan pulp dan kertas yaitu Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP) dan Asian Pulp & Paper (APP) berhenti operasi. Dua perusahaan dengan kapasitas produksi bubur kertas (pulp) masing-masing sekitar dua juta ton itu harus menurunkan operasinya akibat area bahan baku berikut alat berat di dalamnya dipasang pembatas polisi ("police line") sejak delapan bulan lalu. Akibatnya, industri tersebut mengalami kerugian sekitar dua miliar dolar AS karena tidak bisa berproduksi dan berpotensi kehilangan pasar ekspor maupun domestik. "Kadin mendukung proses penegakan hukum oleh kapolda maupun aparat hukum lainnya apabila menemukan bukti kuat terjadi pembalakan liar. Malah ingin segera dituntaskan," katanya. Ia melihat konflik penanganan pembalakan liar yang terjadi di Riau saat ini akibat implentasi Inpres Nomor 4 Tahun 2005 mengenai Pemberantasan Penerbangan secara Illegal di Kawasan Hutan dan Peredarannya di seluruh Indonesia tidak terkoordinasi antar satu institusi dengan lainnya, sehingga Presiden perlu turun tangan menengahi perbedaan dan tafsir instansi yang berwenang terhadap Inpres tersebut. "Saya berharap hal itu bisa dilakukan dengan cepat karena industri pulp dan kertas merupakan industri padat karya dengan ekspor yang cukup besar," katanya. Menanggapi konflik tersebut, Menperin Fahmi Idris mengusulkan agar industri pulp dan kertas yang memiliki luas lahan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang jelas, dibebaskan dari berbagai pendekatan pelaksanaan Inpres Nomor 4 Tahun 2005 tersebut. "Perusahaan yang jelas, areal yang jelas, kepemilikan jelas, dan ukuran jelas, harus terbebas dari segala macam pendekatan Inpres Nomor 4 tahun 2005," ujarnya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007