"Adanya saluran air di bawah tanah bisa memicu erosi dan menyebabkan tanah amblas. Lokasi terjadi pada lahan sawah, terletak di atas terowongan tanah dan dialiri air dibawahnya," kata Kepala Tim Peninjauan Badan Geologi, Rustam, Senin.
Ia menjelaskan menurut informasi warga terowongan itu sengaja dibuat untuk mengalirkan air dari Sungai Cigalunggung, namun hasil penyelidikan sementara Badan Geologi menunjukkan terowongan tersebut terbentuk secara alami, bukan buatan manusia.
Di peta geologi regional, lokasi amblasan berada pada formasi batuan gunung api Gede yang pada umumnya bersifat mudah lapuk.
"Saya cenderung ini proses geologi karena ada vulkanik muda, batu yang mudah larut. Tapi karena deras air ini sudah lama puluhan tahun, maka muncul seperti ini (terowongan). Saya cenderung ini alami proses geologi," katanya.
Dari hasil peninjauan, terowongan tanah tersebut tidak memiliki konstruksi penguat pada dinding dan atapnya, hingga membuat sedikit demi sedikit tergerus oleh aliran air hingga akhirnya amblas.
"Karena terus tergerus menyebabkan adanya rongga bawah tanah yang semakin membesar dan tidak kuat menahan beban tanah di atasnya," ujar Rustam.
Amblasan tanah di Kampung Legoknyenang, Desa Sukamaju, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, tersebut berbentuk oval dengan panjang 6,5 meter, lebar empat meter dengan kedalaman enam meter.
Sementara ukuran terowongan tanah yang menyebabkan tanah amblas panjangnya sekitar 50 meter dengan tinggi mulut terowongan 3,2 meter dan lebar 2,5 meter. Terowongan itu memanjang dari arah barat laut menuju tenggara ke Sungai Cigalunggung.
Guna menghindari adanya amblasan lain, menurut Rustam, dinding dan atap sepanjang terowongan tanah tersebut perlu diperkuat agar tanah di atasnya tetap stabil.
"Langkah awalnya perlu dilakukan pembersihan sumbatan tanah amblasan pada terowongan agar aliran air tetap terjaga dan tidak terjadi akumulasi dan luapan air," katanya.
Ia juga mengimbau warga tidak berada terlalu dekat dengan lokasi amblasan guna menghindari terjadinya perluasan amblasan akibat pelapukan.
"Masyarakat tetap waspada terhadap amblasan tanah, namun tetap tidak panik maupun terlalu dekat dengan dinding amblasan," ujar Rustam.
Baca juga: Tanah amblas di Desa Bedoyo, Gunung Kidul
Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018