Setelah jatuh bangun tak terhitung mengelola usaha di pantai pesisir selatan Jawa, koperasi yang dirintis sejak jaman pendudukan Jepang itu kini sukses meningkatkan hasil lelang ikan hingga menjadi puluhan miliar rupiah dan membawa manfaat bagi para nelayan yang menjadi anggotanya.
Hasil lelang yang hanya Rp22 miliar saat Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dikelola oleh pemerintah daerah Cilacap tahun 2009, cenderung meningkat setelah KUD Mino Saroyo mulai mengelolanya pada 2010.
Selanjutnya bahkan koperasi berhasil mencatatkan peningkatan drastis hasil lelang menjadi Rp70 miliar pada 2014. Dan meski sempat menurun menjadi Rp45 milair pada 2016, hasil bisa meningkat lagi menjadi Rp75 miliar tahun 2017. Koperasi menargetkan hasil lelang bisa mencapai Rp100 miliar sepanjang tahun ini.
Ketua KUD Mino Saroyo Cilacap Untung Jayanto menjelaskan selain memberikan jaminan harga ikan dan memfasilitasi nelayan menabung untuk masa paceklik, sebagai pengelola TPI koperasi juga mengembalikan manfaat iuran dan keuntungan lelang kepada para anggota, antara lain dalam bentuk dana sosial bagi anggota yang kena musibah saat melaut serta kredit bagi nelayan yang hendak membeli alat-alat produksi.
TPI juga menjadi wadah komunikasi dan koordinasi semua pemangku kepentingan bidang perikanan; pusat informasi; Pusat Data Produksi Perikanan yang bisa diintegrasikan dengan Sistem Logistik Ikan Nasional; serta pusat data kapal ikan, tambak dan pelaku usaha perikanan.
Setelah pengelolaan ditangani KUD, nelayan semangat menjual hasil tangkapannya ke TPI karena KUD memberikan jaminan harga ikan terbaik, KUD juga membantu menyediakan alat tangkap bagi nelayan dan sarana produksi lainnya, kata Untung.
Perjalanan Sejak Jaman Jepang
KUD Mino Saroyo di Kelurahan Cilacap, Kecamatan Cilacap Selatan, Kabupaten Cilacap, dirintis sejak jaman pendudukan Jepang.
Awalnya masyarakat nelayan pesisir yang menginginkan kehidupan lebih baik membentuk perkumpulan sebagai bagian dari upaya bersama untuk meningkatkan kesejahteraan. Komunitas nelayan itu membentuk Koperasi Perikanan yang dinamai Gyo-Gyo Kumiai pada 1942.
Sesuai dengan Undang-Undang Koperasi Tahun 1958, koperasi kemudian menjadi Primer Koperasi Perikanan Laut (KPL) dan dilebur menjadi KUD setelah penerbitan Inpres Nomor 2 Tahun 1978.
Nama Mino Saroyo, menurut Untung, dipilih karena dianggap paling sesuai dengan visi dan misi koperasi.
Mino artinya ikan, Saroyo artinya bersama-sama. Mino Saroyo artinya koperasi yang bergerak di sektor perikanan secara bersama-sama mengelola perikanan untuk menyejahterakan nelayan.
Pada 15 Januari 1990 KUD Mino Saroyo Cilacap mendapat predikat sebagai KUD Mandiri dari Dirjen Binus Koperasi.
Sampai sekarang KUD tersebut menjalankan usaha pokok melayani kebutuhan-kebutuhan nelayan, mulai dari pemenuhan perbekalan melaut sampai pemasaran hasil perikanan. Koperasi juga mengelola penjualan hasil tangkapan ikan nelayan melalui sembilan unit tempat pelelangan ikan dalam kelompok-kelompok nelayan.
Keberhasilan KUD Mino Saroyo tak lepas dari berbagai upaya pendampingan Kementerian Koperasi dan UKM, yang menjalankan program reformasi koperasi untuk meningkatkan kualitas koperasi-koperasi di Indonesia.
Menteri Koperasi dan UKM Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga mengatakan pemerintah sudah memiliki standar yang baku koperasi berkualitas, khususnya koperasi pengelola TPI, di antaranya harus higienis, bersih, dan sehat. Di samping itu area-area dalam TPI harus dipisah sesuai peruntukkannya, misalnya area bongkar, pembersihan, dan pelelangan.
Pekerjaan rumah untuk membenahi koperasi perikanan Indonesia masih banyak. Pemerintah mulai menyelesaikannya dengan membina koperasi supaya bisa mengelola TPI dengan baik dan membawa manfaat lebih besar bagi nelayan, pemerintah daerah dan masyarakat yang lebih luas.
Baca juga: DPR imbau nelayan bentuk koperasi
Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018