Jakarta (ANTARA News) - PT Bank Negara Indonesia Tbk menaikkan pertumbuhan penyaluran kredit pada tahun ini dari Rp12 triliun menjadi Rp15-17 triliun. Direktur Utama Bank BNI, Sigit Pramono ,dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis, mengatakan naiknya target ini disebabkan pada semester pertama 2007 target pertumbuhan kredit Rp12 triliun telah tercapai. "Hingga semester pertama saja sudah mencapai Rp12 triliun, maka perlu ditingkatkan targetnya," jelas Sigit. Dia mengharapkan pada semester kedua ini kredit akan tumbuh sekitar Rp3-5 triliun guna mengejar pendapatan bunga yang semester ini turun. Sigit juga mengungkapkan bahwa pertumbuhan kredit ini secara signifikan pada Juni, sehingga dampaknya pada kuartal kedua dan ketiga. Kredit perseroan per 30 Juni 2007 telah mencapai Rp78,24 triliun dengan komposisi korporasi Rp32,81 triliun (42 persen), UKM Rp32,88 triliun (42 persen), kredit konsumer Rp11,13 triliun (14 persen) dan pembiayaan syariah Rp1,42 triliun (2 persen). Sedangkan berdasarkan sektornya, sektor industri 27 persen, perdagangan, restoran dan hotel 24 persen, jasa 10 persen, konstruksi 7 persen, pengangkutan, pergundangan dan komunikasi 5 persen, pertanian 4 persen dan sisanya untuk sektor lainnya. Untuk sektor konsumer masih didominasi kredit pemilikan rumah (KPR) BNI Griya 35 persen, kartu kredit 21 persen, kredit kendaraan bermotor BNI Auto 18 persen, kredit multiguna 18 persen, BNI KUK Plus 5 persen dan BNI Instan 3 persen. Dengan penyebaran segmen dan sektor ini menunjukkan komposisi portofolio kredit perseroan yang semakin sehat dan "prudent", tambah Sigit. Menyinggung masih tingginya rasio kredit bermasalah (NPL) bank yang dipimpinnya, Sigit mengungkapkan, itu sudah mengalami perbaikan. NPL gross terus membaik dari 16,58 persen menjadi 9,03 persen pada saat ini, sedangkan NPL net dari 11,25 persen menjadi 5,40 persen. Menjawab pertanyaan Sigit mengatakan pihaknya tidak akan melakukan pengumuman terhadap obligor yang belum menyelesaikan utangnya. "Kami punya cara sendiri untuk melakukan pendekatan terhadap obligor, tidak akan mempermalukan di depan umum, karena ini bisnis jangka panjang," jelas Sigit. Namun, dia juga tidak menutup kemungkinan untuk melakukan tindakan keras, jika debitur itu tidak kooperatif. "Untuk saat ini, peringkat 10 besar debitur perseroan kooperatif dan pembayarannya lancar, jadi belum ada yang ditakutkan," tambahnya. (*)
Copyright © ANTARA 2007