Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto mengatakan calon pengantin dan calon guru perlu diberi bimbingan antiradikalisme demi menghindarkan anak terpapar paham itu sejak dini.

Susanto sebagaimana dikutip dari siaran pers di Jakarta, Sabtu, mengatakan bahwa dari kajian yang dilakukan, anak-anak tersusupi paham radikal antara lain lewat orang tua dan guru.

"Kalau orang tua dan guru sudah terinfiltrasi oleh radikalisme maka akan berbahaya," kata Susanto.

Oleh karena itu, selain mendapatkan bimbingan tentang membina rumah tangga, calon pengantin yang juga berarti calon orangtua perlu juga mendapatkan bimbingan tentang antiradikalisme.

Dengan demikian, kata Susanto, orangtua bukan saja tidak menularkan virus radikalisme kepada anak, tetapi juga dapat membentengi anaknya, termasuk bisa lebih selektif dalam memilih pengasuh anak.

Demikian juga dengan calon guru, kata Susanto. Dalam konteks Indonesia, guru bukan hanya sumber nilai bagi anak, melainkan juga menjadi referensi dalam semua hal, termasuk wawasan keagamaan, wawasan kebangsaan.

"Ketika seorang guru telah terinfiltrasi oleh radikalisme maka akan dimanfaatkan oleh jaringan kelompok radikal terorisme sebagai pintu masuk kepada anak," katanya.

Baca juga: Kepala BNPT ajak rakyat Indonesia belajar dari konflik di Timur Tengah

Menyinggung karnaval anak TK yang menggunakan cadar dan memegang senjata mainan, menurut Susanto memang tidak ditemukan indikasi adanya jaringan radikalisme.

Namun, KPAI dan pihak kepolisian sepaham bahwa bagaimanapun kegiatan dengan menggunakan simbol-simbol radikalisme harus dihindari.

Ia khawatir meskipun kegiatan ini tidak disengaja, bisa menimbulkan persepsi pembenaran dan bisa menjadi pintu masuk radikalisme dan juga bisa menjadi lampu merah bagi dunia pendidikan.

Baca juga: Psikolog imbau orangtua hati-hati pilih sekolah

Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018