Studi baru yang dirilis pada Kamis (6/9) tersebut mengukur jumlah pelajar yang melapor bahwa mereka telah dirundung selama satu bulan, atau terlibat dalam perkelahian fisik selama masa satu tahun.
Studi itu memperlihatkan bahwa bagi banyak anak remaja, lingkungan sekolah bukan tempat yang aman, tapi daerah berbahaya tempat mereka harus belajar dalam ketakutan.
Henrietta Fore, Direktur Pelaksana UNICEF, mengatakan pada UN News bahwa peristiwa itu memiliki dampak negatif pada kesejahteraan pendidikan siswa, apakah mereka hidup di negara kaya atau miskin.
"Setiap hari, pelajar menghadapi banyak bahaya, termasuk perkelahian, tekanan untuk bergabung dengan gerombolan, baik secara pribadi maupun daring, disiplin yang keras, pelecehan seksual dan kekerasan bersenjata," kata Henrietta, sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Sabtu pagi.
"Dalam jangka panjang, itu bisa mengarah kepada depresi, kecemasan dan bahkan bunuh diri. Kekerasan adalah pelajaran yang tak dapat dilupakan yang tak perlu dipelajari oleh anak-anak," katanya.
Laporan tersebut merujuk kepada bukti mengenai faktor resiko yang meningkatkan kerentanan anak-anak terhadap kekerasan. Bukti itu meliputi ketidak-mampuan, kemiskinan parah, etnik. Mereka yang berada di tempat perawatan atau migran tanpa pendamping juga rentan.
Selain menghadapi bahaya dari teman sebaya, anak kecil terancam pemukulan oleh guru mereka. Hampir 720 juta anak usia sekolah hidup di negara tempat hukuman jasmani di sekolah tidak dilarang, dan tempat norma sosial memberi orang dewasa posisi kekuasaan untuk membenarkan penggunaan kekerasan guna mendisiplin anak-anak.
Studi tersebut menyoroti pengaruh kuat yang diterapkan sekolah pada kehidupan anak-anak dan, dalam kasus terbaik, dapat membantu melindungi anak-anak dari resiko kerja anak di bawah umur, eksploitasi dan pernikahan dini.
Laporan itu adalah bagian dari kegiatan ENDviolence UNICEF, yang menyerukan tindakan mendesak untuk meningkatkan lingkungan sekolah buat pelajar. Kegiatan tersebut meliputi peraturan baru, langkah pencegahan dan tanggapan di sekolah, keterlibatan masyarakat dalam perubahan budaya ruang kelas dan berbagi praktik terbaik.
Baca juga: KPAI: 202 anak dihukum karena tawuran
Baca juga: Sudah ada 10.210 sekolah ramah anak
Pewarta: Chaidar Abdullah
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2018