Semarang (ANTARA News) - Pakar hukum Universitas Indonesia Prof Topo Santoso menilai jangka waktu penyelesaian pelanggaran pemilihan umum terlalu singkat sehingga kurang optimal.
"Catatan saya itu untuk Undang-Undang (UU) Pemilu. Jangka waktu penyelesaian, mulai pelaporan, penyidikan, hingga penuntutan terlalu singkat, `short`," katanya di Semarang, Kamis.
Hal tersebut diungkapkannya saat menjadi pembicara seminar nasional bertajuk "Diskursus Tindak Pidana Pemilu di Indonesia" yang diprakarsai Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang.
Topo mencontohkan jangka waktu pelaporan dugaan pelanggaran pemilu sebagai diatur dalam perundang-undangan yang maksimal hanya tujuh hari sejak kejadian sehingga terlampau singkat.
"Artinya, kalau diketahuinya (pelanggaran, red.) sebulan kemudian tidak bisa dilaporkan. Di Inggris saja, jangka waktu pelaporan dugaan pelanggaran pemilu sampai setahun," katanya.
Tak hanya jangka waktu pelaporan yang sangat singkat, Guru Besar Hukum Pidana UI itu mengatakan, proses penyidikan dugaan pelanggaran pemilu hingga penuntutan juga sangat singkat.
"Kalau ada orang melakukan tindak pidana pemilu kemudian ingin lolos, tinggal menunggu jangka waktu pelaporan. Karena setelah itu tidak bisa diproses dan dituntut," katanya.
Baca juga: Bawaslu: Putusan soal Bacaleg mantan koruptor berdasarkan UU
Baca juga: Anggota DPR sebut Bawaslu loloskan caleg mantan koruptor ikuti undang-undang
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018