Menurut dia, hal itu sangat penting mengingat saat ini tidak sedikit sekolah yang mengajarkan intoleransi, antikebangsaan, serta keagamaan yang ekstrem.
"Orangtua harus bisa memilih dengan baik mulai dari basis sekolah tersebut, kurikulum maupun gurunya agar anak tidak terjerumus ataupun terpapar hal-hal yang negatif," katanya dikutip dari siaran pers di Jakarta, Kamis.
Putri mengatakan orangtua juga harus memerhatikan perilaku dan juga ucapan anaknya sehingga bisa segera mengambil tindakan ketika menemukan yang tidak sepantasnya.
"Anak-anak usia playgroup, TK, SD masih punya keterbatasan pola pikir sehingga apa yang dia lihat maka itu yang dia tiru tanpa melalui saringan yang lebih kritis seperti halnya orang dewasa," katanya.
Jika perilaku atau ucapan anak ternyata meniru atau berdasarkan apa yang diajarkan gurunya maka tidak boleh didiamkan.
"Orangtua boleh datang ke sekolah untuk kemudian mendiskusikan itu kepada pendidik yang ada di sekolah. Jangan dibiarkan,” ujar psikolog yang di layar kaca dikenal dengan nama Putri Langka itu.
Ia menyatakan pernah mendengar kasus anak usia lima tahun menolak diajak orangtuanya ke sebuah pusat perbelanjaan dengan alasan menurut gurunya pusat perbelanjaan tersebut adalah tempat orang-orang yang agamanya tidak sama dengan agama yang dianutnya.
"Mungkin anak-anak cuma menyampaikan saja tanpa tahu apa maksudnya. Orangtua perlu tahu juga siapa yang menyampaikan, harus dicari sumbernya," katanya.
Menurut dia, anak-anak adalah investasi bangsa Indonesia di masa depan sehingga sangat disayangkan apabila sejak dini mereka justru terpapar ajaran intolerasi, anti-Pancasila, dan anti-NKRI.
Baca juga: Awas, anak rentan tercemar radikalisme
Baca juga: Anak terlanjur kena paham radikal? Begini penanganannya
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018