Palu (ANTARA News) - Mantan Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng), Prof Drs Aminuddin Ponulele yang didakwa terlibat kasus korupsi dana pengungsi Poso senilai Rp1,2 miliar, pada Rabu dijatuhi vonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Palu. Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya menuntut terdakwa dengan hukuman empat tahun penjara. Dalam amar putusan yang dibacakan di hadapan ratusan pengunjung dan berlangsung sekitar dua jam sejak pukul 12.00 Wita, ketua majelis hakim PN Palu Faturrahman SH menyatakan terdakwa tidak terbukti bersalah seperti yang tertuang dalam dakwaan primair tim JPU. Unsur-unsur yang tidak terbukti dalam dakwaan primer tersebut, yaitu memperkaya diri sendiri maupun bersama sejumlah orang lain telah melakukan satu perbuatan berlanjut (vorgezette handelling) dan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara. Namun demikian, majelis hakim membenarkan dakwaan subsider JPU, yakni terdakwa terbukti melakukan penyimpangan administrasi sebab telah mencairkan uang pemulangan dana pengungsi Poso dari rekening Satkorlak Penanggulangan Bencana dan Pengungsi (PBP) Sulteng ke rekening perorangan sebesar Rp1,2 miliar. Menurut majelis hakim, tindakan terdakwa pada akhir 2001 itu tidak menyalahi ketentuan pidana baik yang tercantum dalam UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan KUHP. Apalagi tindakan yang diambil terdakwa berkaitan dengan penanganan segera kasus kerusuhan Poso yang saat itu menjadi perhatian serius pemerintah. "Saat itu dana pengungsi di Satkorlak Sulteng sudah habis masa penggunaannya, sehingga harus dicairkan, kalau tidak dana tersebut harus dikembalikan ke pemerintah pusat," katanya. Berdasarkan pertimbangan tersebut, majelis hakim yang terdiri dari Faturrahman SH (ketua), Arief Boko SH (anggota), Surung Simandjuntak SH (anggota), Pranoto SH (anggota), dan Ivonne Maramis SH (anggota) sepakat membebaskan terdakwa Aminuddin Ponulele dari tuntutan JPU sebelumnya yakni hukuman badan empat tahun penjara, serta membayar ganti rugi dan denda kepada negara. Dalam sidang pembacaan putusan ini, terdakwa Aminuddin Ponulele didampingi tim penasehat hukumnya, yakni Arifin Musa SH, Mochtar SH, Andi Sukri Syahrir SH, Idrus SH, dan Alamsyah SH. Seusai pembacaan putusan ini, terdakwa Aminuddin Ponulele yang mantan Gubernur Sulteng periode 2001-2006 dan kini menjabat Ketua DPD Partai Golkar Sulteng tersebut segera berdiri dari kursi terdakwa dan langsung berdoa dengan menengadahkan kedua telapak tangannya lalu diakhiri dengan gerakan membasuh muka. Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut Aminuddin Ponulele, kecuali segera menyalami majelis hakim dan seluruh penasehat hukumnya dengan mengumbar senyum. Sementara itu, dua anggota tim JPU dari Kejati Sulteng yang menghadiri persidangan yakni M. Syarif SH dan Ariyati SH tidak memberikan komentar secara rinci kepada wartawan berkaitan dengan putusan bebas terhadap terdakwa Aminuddin Ponulele. "Saya masih konsultasikan masalah ini kepada pimpinan," kata Ariyati saat ditanya wartawan soal upaya hukum selanjutnya yang akan ditempuh JPU.Pada sidang perdana kasus ini (29/11/2006), JPU dalam dakwaanya menyatakan terdakwa Aminuddin Ponulele baik secara sendiri maupun bersama sejumlah orang lain telah melakukan satu perbuatan berlanjut (vorgezette handelling) dan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau koorporasi yang dapat merugikan keuangan negara. Modus operandi yang dilakukan terdakwa, antara lain ia bersama Drs AM Azikin Suyuti (Kepala Dinas Kesejahteraan Sosial/Dinkessos Provinsi Sulteng) telah membuka rekening atas nama Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana Alam dan Pengungsi (Satkorlak PBP) Sulteng di BNI Cabang Palu untuk menampung dana dari Depsos guna kebutuhan pengungsi akibat kerusuhan Poso. Selanjutnya pada 4 Desember 2001 Dinkessos Sulteng menerima alokasi anggaran yang bersumber dari APBN 2001 sekitar Rp15,29 miliar yang disalurkan oleh Dirjen Bina Bantuan dan Jaminan Sosial Depsos. Dana itu mana termasuk pembayaran kegiatan pelaksanaan transportasi pemulangan pengungsi Poso yang ada di Kabupaten Morowali sebanyak 1.000 kepala keluarga (KK) atau 5.000 jiwa senilai lebih Rp1,25 miliar. Sesuai petunjuk operasionalnya, setiap jiwa pengungsi memperoleh bagian Rp250 ribu. Masih menurut JPU, karena pencairan dana tersebut di penghujung tahun anggaran Pimpro Proyek Bencana Alam dan Pengungsi (PBP) Dinkessos Sulteng, Amrin SH, menyatakan ketidaksanggupannya untuk mencairkan dan melaksanakan kegiatan tersebut. Masalah ini selanjutnya disampaikan Azikin Suyuti kepada terdakwa, dan ternyata terdakwa tetap memerintahkan agar dana itu dicairkan kemudian diserahkan kepada dirinya. Atas permintaan terdakwa, berikut pada 12 Desember 2001 Amrin SH mengajukan SPP-UYHD ke Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Palu untuk mencairkan sebagian dana tersebut sebesar Rp11,18 miliar. Pada tanggal 18 Desember 2001, atas permintaan terdakwa melalui Azikin Suyuti, Pimpro Amrin SH kembali menyerahkan sebagian dana itu (Rp11,09 miliar lebih) kepada terdakwa selaku Ketua Satkorlak PBP Sulteng, termasuk di dalamnya biaya pemulangan pengungsi Poso. Berikut, 26 Desember 2001, Amrin SH mengajukan surat permintaan pembayaran pembangunan, permintaan pembayaran pembangunan secara swakelola, daftar rincian permintaan pembangunan, dan surat penyetoran pajak dilengkapi Berita Acara Serah Terima Uang No.52.a/BA/PBA/BID/PK/XII/2001 tanggal 18 Desember 2001 yang ditandatangani terdakwa sebagai pertanggungjawaban ke KPKN Palu. Namun ternyata tak sesuai dengan mata anggaran yang tertuang dalam Surat Kuasa Penerbitan Uang No.13/SKP/PBAP/2001 tanggal 4 Desember 2001 dan menyimpang dari Petunjuk Operasional. Juga, pada tanggal bersamaan, Nirat Patadjennu BBA selaku Bendaraha Proyek PBP Dinkessos Sulteng telah menyetorkan dana kegiatan Proyek PBP Sulteng sebesar Rp11,092 miliar ke rekening Satkorlak PBP Sulteng yang ada di BNI Cabang Palu. JPU juga menguraikan, pada tanggal 14 Januari 2002 terdakwa Aminuddin Ponulele menyerahkan kembali dana kegiatan proyek PBP tahun 2001 kepada Azikin Suyuti, namun penyerahan tersebut hanya dilakukan secara administratif alias "fiktif" sebab uangnya tidak turut diserahkan tetapi tetap disimpan pada rekening Satkorlak PBP Sulteng. Setelah terdakwa menyerahkan dana secara fiktif sesuai berita acara serah terima uang No.446.1/0563/Dinkessos-G.ST tanggal 14 Januari 2002, terdakwa menandatangani surat perjanjian pekerjaan 2 Juli 2002 sebagai pihak yang mengetahui pelaksanaan pekerjaan bersama Azikin Suyuti selaku pihak pertama dan Dahliana SE Dirut CV Ralianti selaku pihak kedua untuk melaksanaan pekerjaan transportasi pemulangan pengungsi Poso di Kabupaten Morowali sebanyak 1.125 KK (5.625 jiwa) dalam jangka waktu 30 hari kerja. Biaya pelaksanaan pekerjaan ini disepakati sebesar Rp1,237 miliar yang dibebankan dalam surat kuasa penerbitan uang (SKP) No.13/SKP/PBAP/2001 tanggal 4 Desember 2001 pada Proyek PBP Sulteng dengan cara pembayaran sekaligus (100 persen) setelah pekerjaan selesai dilaksanakan. Menurut JPU, kegiatan pemulangan pengungsi sesuai dengan perjanjian kerja itu tidak dilaksanakan sama sekali, namun oleh Azikin Suyuti (Kepala Dinkessos Sulteng) bersama Dahliana (Dirut CV Ralianti) hanya menandatangani kelengkapan dokumen fiktif. Karena dana itu masih tersimpan dalam rekening Satkorlak PBP Sulteng, Azikin Suyuti selanjutnya meminta kepada terdakwa untuk mencairkan biaya transportasi pemulangan pengungsi Poso, sehingga terdakwa kemudian mengeluarkan cek atas unjuk (cek tunai) nomor CA 22380 bernilai Rp1,237 miliar. Akan tetapi, dana yang sudah dicairkan ini belakangan diketahui tidak diteruskan kepada para pengungsi yang menjadi korban kerusuhan. Juga, lanjut JPU, dana transportasi pemulangan pengungsi Poso yang masih tersisa direkening Satkorlak PBP Sulteng BNI Cabang Palu yakni sebesar Rp21,25 juta, sehingga total dana yang disalurkan Depsos ke Provinsi Sulteng yang tak bisa dipertanggungjawabkan penggunaannya oleh terdakwa sebesar Rp1,258 miliar. Atas perbuatannya itu, JPU dalam dakwaan primer mengacam terdakwa dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Ayat (2) jo Pasal 18 Ayat (1) huruf b, Ayat (2), Ayat (3) UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP, dengan ancaman hukuman antara empat hingga 20 tahun penjara. Dalam surat dakwaan yang dibacakan di hadapan majelis hakim diketuai Fatturahman SH, Tim JPU juga menguraikan secara panjang lebar soal penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang dimiliki terdakwa selaku Gubernur Sulteng dan Ketua Satkorlak PBP setempat, dalam mengelola dana pemulangan pengungsi Poso. Atas dasar itu, JPU menjerat pula terdakwa dengan dakwaan subsidair yakni Pasal 3 jo Pasal 18 Ayat (1) huruf b, Ayat (2) dan Ayat (3) UU No.31 Tahun 1999 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman minimal tahun dan maksimal 20 tahun penjara. Aminuddin Ponulele sendiri mulai dijadikan tersangka sekaligus menjalani penahanan di Palu sejak 9 Juni 2006, setelah dalam penyelidikan berbulan-bulan yang dilakukan Polda Sulteng dan diback-up Mabes Polri menemukan adanya indikasi yang bersangkutan terlibat dalam kasus dugaan penyalahgunaan dana pemulangan pengungsi Poso. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007