Jakarta (ANTARA News) - Mulyana W. Kusumah mengatakan, kedatangannya ke Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jakarta, pada Rabu bukan untuk mulai bekerja, namun untuk berkonsultasi dan bersilaturahmi dengan rekan-rekan anggota KPU yang lainnya. "Kedatangan saya ke kantor KPU ini bukan untuk mulai bekerja, tapi konsultasi dan silaturahmi dengan rekan-rekan," kata Mulyana di Kantor KPU Jakarta, Rabu. Dalam kesempatan itu, Mulyana mengatakan, memang dirinya pernah menyampaikan bahwa setelah dirinya setelah keluar dari Rumah Tahanan (Rutan) Salemba 18 Agustus 2007 akan kembali bekerja sebagai anggota KPU. Namun, karena pernyataan tersebut ditanggapi beragam kalangan akademis, praktisi hukum, politisi, dan pejabat pemerintahan, maka Mulyana tengah mempertimbangkan dua pilihan. Pilihan pertama, katanya, menarik pernyataannya, dan kedua sambil menunggu proses adminstrasi pemberhentian, maka dia tetap bekerja sebagai anggota KPU. Mulyana menjelaskan, dalam Pasal 29 ayat (1) UU Nomor 22/2007 tentang Penyelengara Pemilu disebutkan bahwa anggota KPU berhenti antarwaktu karena meninggal dunia, mengundurkan diri, dan diberhentikan. "Karena saya belum meninggal, maka ada dua kemungkinan untuk berhenti antarwaktu, yakni mengundurkan diri atau diberhentikan," katanya. Secara yuridis, lanjut Mulyana, dirinya tidak dapat mengundurkan diri karena penjelasan Pasal 29 ayat (1) huruf b UU Nomor 22/2007 disebutkan mengundurkan diri adalah mengundurkan diri karena alasan kesehatan dan atau karena terganggu fisik dan atau jiwanya untuk menjalankan kewajiban sebagai anggota KPU. Pasal 29 ayat (2) huruf d, anggota KPU berhenti antarwaktu dengan diberhentikan jika dijatuhi pidana penjara yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam pidana lima tahun atau lebih, tapi dalam Pasal 29 ayat (3) huruf a, pemberhentian anggota KPU adalah oleh Presiden. "Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1/2006 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 12/2003 tentang Pemilu Anggota DPR dan DPRD, memuat perpanjangan keanggotaan KPU yang juga berlaku bagi saya," katanya. Pada Pasal 144 dari Perpu yang dikeluarkan pada 7 Maret 2006 (setelah Mulyana divonis berkekuatan hukum tetap tanggal 12 September 2005) disebutkan, "Anggota KPU yang diangkat berdasarkan UU Nomor 4/2002 tentang perubahan UU No3/1999 tentang Pemilu dan yang telah disesuaikan dengan UU Nomor 12/2003 tentang Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD tetap melaksanakan tugasnya sampai dengan terbentuknya penyelenggara pemilu yang baru. Walaupun, masa jabatan KPU sekarang tinggal sekitar dua bulan dengan perhitungan anggota KPU baru akan dilantik pada Oktober 2007, maka anggota KPU sekarang masih dapat menjalankan agenda kerja. "Saya akan kembali bekerja sebagai anggota KPU, lebih didasarkan pada komitmen politik demokratik, sesuai perjalanan karir saya dalam 10 tahun terakhir sebagai Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu Indonesia tahun 1997-2001, anggota tim sebelas seleksi parpol peserta pemilu 1999, Wakil Ketua Panwaslu 1999, dan anggota KPU mulai 2001," katanya. Secara pribadi, tambah Mulyana, dirinya lebih berkeinginan untuk kerja akademik seperti melakukan finalisasi penulisan buku-buku tentang efektivitas institusi pemberantasan korupsi dan politik penjara atau dalam bidang kajian hukum serta politik. "Hukuman penjara dan `penganiayaan sosial-psikologis` yang saya alami sepanjang dua tahun empat bulan, sepertinya belum memadai bagi sebagian kalangan pemikir hukum dan politik serta beberapa politisi di tengah budaya menghukum yang terus hidup dalam masyarakat kita," demikian Mulyana. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007