Ada satu dokumen yang sangat penting menurut kami adalah rekaman suara yang tidak pernah dibawa ke pengadilan. Itu yang harus menjadi perhatian pokok pertamaJakarta, 6/9 (Antara) - Rekaman suara telepon terdakwa kasus pembunuhan pegiat hak asasi manusia Munir Said Thalib, Pollycarpus Budihari Prijanto dengan mantan Deputi V Badan Intelijen Negara (BIN) Muchdi dapat menjadi pijakan awal Polri melanjutkan kasus tersebut.
"Ada satu dokumen yang sangat penting menurut kami adalah rekaman suara yang tidak pernah dibawa ke pengadilan. Itu yang harus menjadi perhatian pokok pertama," ujar Komisioner Komnas HAM Choirul Anam di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Setneg keberatan dengan putusan KIP soal TPF Munir
Rekaman suara telepon Pollycarpus kepada Muchdi yang disebut dalam persidangan sebanyak 41 kali, tutur Choirul, dalam berbagai kesempatan tidak pernah dibuka, bahkan di pengadilan.
Apabila Kapolri Jenderal Tito Karnavian serius memerintahkan perkara itu dituntaskan, Komnas HAM berharap dokumen rekaman tersebut ditemukan dan menjadi pijakan awal untuk melangkah ke depan.
Choirul Anam menyebut seharusnya menghadirkan rekaman tersebut hal yang mudah untuk Polri yang dulu telah mengusut kasus tersebut.
Baca juga: Kejaksaan Agung: Penyelidikan kasus Munir wewenang kepolisian
"Itu sesuatu yang ada di kepolisian sendiri, bukan tempat lain, jadi itu mudah. Kasus Munir untuk kepolisian harusnya mudah, tidak susah karena tidak memulai dari nol," ucap Anam
Komnas HAM mengapresiasi langkah Kapolri untuk membuka peluang melanjutkan kasus tersebut sebagai kado 14 tahun kasus Munir dan menantikan komitmen sesungguhnya untuk menyelesaikan kasus itu.
Baca juga: "Postcard from Heaven" kartu pos Munir untuk Presiden Jokowi
Komnas HAM sekaligus mengingatkan Kapolri untuk memastikan perintahnya efektif, apalagi Kabareskrim Irjen Arif Sulistyanto merupakan bagian dari tim yang menangani kasus Munir saat itu.
Pada 7 September 2004, aktivis HAM Munir meninggal dunia dalam perjalanan ke Belanda untuk melanjutkan studi perlindungan HAM. Ditemukan arsenik dalam tubuh pendiri Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) itu.
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2018