Solo (ANTARA News) - Rekaman Pidato Kenegaraan Bung Karno pada Peringatan Hari Ulang Tahu (HUT) ke-21 Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agusatus 1966, adalah sangat penting karena menyangkut soal "Supersemar", kata seorang pakar telematika. Dalam pidato kenegaraan itu Bung Karno mengatakan, "Surat Perintah (SP) 11 Maret itu mula-mula dan memang sejurus waktu, membuat mereka bertampik sorak-sorai kesenangan. Dikiranya SP 11 Maret adalah satu penyerahan pemerintahan, dikiranya SP 11 Maret itu satu Transfer Authentic, of Authority, padahal tidak", kata KRMT Roy Suryo Notodiprojo, pakar Telematika itu pada pembukaan pameran sejarah di Lokananta Solo, Jateng, Rabu. Bunyi pidato lainnya menyebutkan, "SP 11 Maret adalah suatu perintah pengamanan, perintah pengamanan jalannya pemerintahan, pengamanan jalannya ini pemerintahan. Demikian kataku pada waktu melantik kabinet kecuali itu juga perintah pengamanan keselamatan pribadi presiden, perintah pengamanan wibawa presiden, perintah pengamanan ajaran presiden, perintah pengamanan beberapa hal". Menurut Roy, pidato-pidato seperti ini sangat penting artinya, untuk mengungkap kebenaran sejarah, untuk anak bangsa Indonesia. "Kami melakukan ini bukan berati benci sama Pak Harto dan pendukung Bung Karno, semua pemimpin ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Mari kalau ada kekurangan kita kubur dalam-dalam dan kalau ada kelebihan ya kita contoh dengan baik," katanya. "Kita semua yang hadir di sini sudah mendengarkan rekaman pidato Bung Karno sendiri mengenai masalah SP 11 Maret, dan siapa tahu dokumen-dokumen yang tersimpan dalam Lokananta ini ada benang merahnya dengan masalah SP 11 Maret dan bisa digunakan untuk meluruskan sejarah yang ada itu," katanya. Ia mengatakan, inilah salah satu manfaat dari teknologi multimedia, dimana dapat langsung dirasakan oleh masyarakat Indonesia untuk mencari pengetahuan ke masa depan, sekaligus juga menelaah sejarah dari masa lalu. "Saya sangat yakin, bilamana semua pihak dapat menerima dengan legawa dan tidak saling menonjolkan sikap individualistis seperti yang kemarin terjadi saat pengungkapan lagu Sejarah Indonesia Raya-- terutama yang hanya bisa berkomentar dibelakang--, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang besar karena heterogenitasnya dan tidak seperti sekarang," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007