Banda Aceh (ANTARA News) - Konflik antara satwa liar dilindungi dengan penduduk di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) telah mengakibatkan delapan orang meninggal dunia sepanjang 2007. "Sepanjang tahun ini, tercatat delapan penduduk meninggal dunia dan beberapa lainnya terluka akibat diinjak gajah, dimangsa harimau dan buaya di Aceh," kata Kepala BKSDA Aceh Andi Basrun, di Banda Aceh, Rabu. Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi NAD itu menjelaskan, empat penduduk meninggal dimangsa harimau dan dua oleh buaya serta dua diinjak gajah, masing-masing di Aceh Barat, Aceh Jaya, Aceh Besar, Aceh Selatan dan Aceh Singkil. Ia menjelaskan, sepanjang 2007 tercatat 28 kasus gangguan satwa liar dengan rincian masing-masing 17 kasus gajah, tujuh kasus harimau dan enam kasus buaya. Satwa dilindungi tersebut kerap turun ke kawasan pinggiran hutan, bahkan sampai kepemukiman penduduk dalam setahun terakhir akibat habitatnya terusik. Ada beberapa faktor dominan penyebab terusiknya habitat satwa dilindungi itu, antara lain illegal loging (perambahan hutan), musim beranak bagi harimau yang dekat dengan pemukiman penduduk dan perubahan cuaca berupa angin kencang di hutan menyebabkan binatang berpindah. Faktor penyebab konflik satwa dengan manusia lainnya menurut Andi Basrun, antara lain pembukaan tambang yang berdekatan dengan lintasan binatang tersebut . "Faktor lain tak kalah pentingnya adalah pembukaan lahan baru. Pasca konflik dan tsunami, penduduk yang berdekatan dengan hutan kembali menggarap lahan untuk perkebunan dan pertanian," tambahnya. Sebagian besar warga tidak berani beraktivitas di pinggir hutan akibat keamanan. Namun ketika konflik mereda maka mereka membuka kembali kebunnya yang sudah ditumbuhi semak, meski terkadang kawasan tersebut telah dijadikan sebagai "rumah" satwa. Untuk mencegah konflik satwa dengan manusia tidak meluas, BKSDA telah menurunkan tim guna menghalau satwa dilindungi itu agar bisa kembali masuk ke hutan.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007