Bali (ANTARA News) - BI menyatakan pasar keuangan Indonesia berada dalam tren yang melandai (shallowing) berdasarkan beberapa indikator yang ada, padahal untuk mendukung stabilitas sektor keuangan seharusnya semakin dalam untuk mencapai stabilitas sektor keuangan. "Tantangan bagi kita di Indonesia untuk mengatasi masalah yang ada dan kenyataan bahwa sebenarnya selama enam tahun terakhir menunjukkan adanya `shallowing` atau pendangkalan sektor pasar financial," kata Deputi Gubernur Senior BI, Miranda S. Goeltom, dalam seminar internasional tentang pendalaman pasar financial di Tanah Lot Bali, Rabu. Ia menjelaskan pertumbuhan ekonomi yang mencapai 6-7 persen selama ini tidak diikuti dengan pertumbuhan uang beredar (M2) sebagai salah satu indikator melandainya pasar keuangan. Berdasarkan data BI, pada 1996 porsi peranan uang beredar (M2) terhadap PDB mencapai 97,07 persen, namun pada 2005 angka tersebut turun menjadi 40,88 persen, padahal pada tahun yang sama Malaysia mencatat 126 persen, Filipina 51,22 persen, Singapura 109,79, dan Thailand 104,85 persen terhadap PDB. "Di Asia, pendalaman sektor keuangan di Indonesia termasuk yang terbawah," katanya. Selain itu, peranan sektor swasta terhadap PDB juga mencatat penurunan dari 60 persen dalam satu dekade terakhir menjadi sekitar 24 persen pada 2006. Demikian pula dengan rendahnya peranan pembentukan modal tetap bruto (PMTB) dalam PDB yang dianggapnya mengindikasikan `shallowing` sektor financial. "Indikator lainnya yaitu ekonomi sangat bergantung pada belanja pemerintah dan pendapatan transaksi berjalan internasional," tambahnya. Dominasi perbankan di sektor financial hingga mencapai sekitar 80 persen, membuat ketergantungan pasar keuangan sangat besar pada perbankan. "Yang mengkhawatirkan dari melandainya sektor financial ini adalah pelarian modal karena `cost`-nya yang besar," jelasnya. Dia mencontohkan, salah satu cara untuk memperdalam sektor keuangan adalah dengan membuat pasar sekunder yang dalam, seperti pasar repo (repurchase obligation) bagi obligasi pemerintah. "Dengan semakin banyaknya pasar, maka `transaction cost` akan lebih murah," katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2007