Kalau kita mau tuntaskan kebutaaksaraan, kita juga harus tuntaskan kemiskinan
Jakarta (ANTARA News) - Warga buta aksara kebanyakan berada di desa-desa miskin menurut Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat Harris Iskandar.
"Buta aksara adanya di desa-desa miskin, terutamanya pada ibu-ibu," kata Harris Iskandar dalam acara Taklimat Media di kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Selasa.
"Kalau kita mau tuntaskan kebutaaksaraan, kita juga harus tuntaskan kemiskinan," ia menambahkan.
Harris menjelaskan bahwa sebagai bagian dari upaya penuntasan kebutaaksaraan, kementerian mengadakan gerakan pemberdayaan perempuan mandiri yang mengajari para perempuan berwirausaha guna menarik minat ibu rumah tangga mempelajari aksara.
"Kalau kita mau tuntaskan kebutaaskaraan kita dorong ibu-ibu di desa miskin agar berdaya. Caranya kita dekati dengan kewirausahaan, buat kue bersama-sama, membuat kerajinan daerah semacam anyaman, keranjang kue tapi dari situ menghasilkan uang," tuturnya.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah merumuskan upaya penuntasan buta aksara yang memprioritaskan kabupaten dan kota dengan persentase buta aksara di atas empat persen, komunitas adat terpencil dan khusus serta daerah tertinggal, terdepan dan terluar.
Selain itu, kementerian melakukan peningkatan kapasitas dan kompetensi tutor pendidikan keaksaraan, meragamkan layanan program, dan memangkas birokrasi layanan program melalui aplikasi daring sibopaksara.kemdikbud.go.id.
Saat ini, ada sekitar 3.000-an tutor yang berperan dalam upaya penuntasan kebutaaksaraan yang tersebar di seluruh Indonesia.
Upaya lain untuk meniadakan kebutaaksaraan di Indonesia meliputi pembangunan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat, Gerakan Indonesia Membaca, Gerakan Literasi Sekolah, Gerakan Literasi Keluarga dan Kampung Literasi.
Harris mengatakan kementreian juga mendirikan dan menguatkan Taman Bacaan Masyarakat, salah satunya dengan memberikan buku-buku untuk menarik minat masyarkat membaca buku.
Menurut dia, rendahnya minat baca warga bukan sepenuhnya karena mereka tidak memiliki keinginan untuk membaca, namun karena ketersediaan buku yang kurang, utamanya di kampung-kampung.
Masyarakat, ia mengatakan, tidak hanya butuh membaca buku, tapi membaca buku yang menarik dan sesuai dengan kebutuhan mereka.
Ia menambahkan bahwa tantangan ke depan pemerintah adalah meningkatkan jumlah penulis, jumlah buku dan mutu buku.
Baca juga:
Pendidikan keaksaraan jangkau masyarakat adat
Angka buta aksara tersisa 2,07 persen
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018