Yogyakarta (ANTARA News) - Pakar ekonomi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Sri Adiningsih, mengatakan Indonesia harus siap menghadapi guncangan ekonomi yang lebih lama dan lebih besar sebagai akibat gejolak yang terjadi di pasar internasional.
"Langkah yang paling tepat bagi Indonesia adalah siap-siap saja menghadapi goncangan yang lebih lama dan lebih besar, karena kita tidak pernah tahu gejolak ini akan segera selesai atau tidak," katanya kepada ANTARA di Yogyakarta, Rabu.
Menurut dia, guncangnya pasar keuangan akibat krisis "subprime mortgage" di Amerika Serikat telah mempengaruhi pasar keuangan di Asia. Indonesia yang memiliki karakteristik "small open economy" sangat berpeluang untuk goyah karena pengaruh gejolak di pasar internasional.
"Krisis di Amerika Serikat akan mempengaruhi Indonesia, karena selain pasar Amerika Serikat sangat besar, negara itu juga merupakan `partner` kerjasama ekonomi Indonesia yang penting," katanya.
Ada pihak yang percaya bahwa gejolak ekonomi ini segera berakhir karena Amerika Serikat telah mengeluarkan kebijakan menurunkan suku bunga diskonto. Namun ada pula pihak yang berpendapat gejolak ini akan terus berlanjut, terutama di Indonesia.
Kondisi pasar Asia yang ditandai menguatnya nilai mata uang Jepang, yen, akan membuat "gonjang-ganjing" ekonomi Indonesia kemungkinan terus berlanjut. Penguatan yen akan mendorong dana yang keluar dari Jepang kembali lagi memperkuat likuiditas 'Negeri Sakura' tersebut.
"Pemerintah Indonesia memiliki utang luar negeri yang relatif besar dari Jepang, hal ini semakin mengkhawatirkan kalau nilai yen terus menguat," katanya.
Pasar valas
Menurut dosen Fakultas Ekonomi UGM ini, berbagai perkembangan yang ada perlu diwaspadai karena fundamental ekonomi dan kondisi pasar modal tidak selalu searah. Ketika ekonomi Indonesia terpuruk pada 2005, pasar modal Indonesia saat itu justru mengalami pertumbuhan.
"Pasar modal tidak akan berpengaruh besar terhadap fundamental ekonomi, namun yang perlu diwaspadai adalah pasar valas," katanya.
Menurut dia, kestabilan pasar valas akan sangat mempengaruhi fundamental ekonomi, karena komponen impor masih tinggi peranannya dalam perekonomian Indonesia.
"Nilai kurs rupiah harus terjaga, karena cadangan devisa Indonesia relatif terbatas sehingga membuat potensi volatilitas tinggi," katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2007