San Francisco (ANTARA News) - Dua marinir Amerika Serikat (AS) yang bertugas di Falujah, Irak, pada 2004 didakwa membunuh tiga orang, yang ditahan dalam penggeledahan atas rumah, tempat senjata ditemukan, kata pejabat negara adidaya itu hari Senin. Dakwaan itu mewakili rangkaian terkini kejadian dengan tentara Amerika Serikat diduga melakukan kejahatan keras di Irak, yang meningkatkan kecaman dunia atas serbuan negara adidaya tersebut ke negara terkoyak perang itu. Jaksa tentara mendakwa Sersan Jermaine Nelson melanggar hukum dengan membunuh orang asing tak dikenal di Falujah pada 9 November 2004," kata pernyataan dari markas Pendleton, utara San Diego. Pemimpin regu Nelson, Jose Luis Nazario, juga menghadapi dakwaan kejahatan, tapi karena meninggalkan ketentaraan, ia didakwa melakukan pembantaian seorang diri oleh jaksa Amerika Serikat di Riverside, California. Nazario dan anggota lain Marinir menahan empat orang saat menggeledah rumah, yang sebelumnya mereka bakar, kata dakwaan di Pengadilan Negeri Amerika Serikat di California Tengah. Mereka juga menemukan senapan AK-47 dan peluru. "Nazario mengatakan bahwa ia bertanya, `Apakah mereka sudah mati?` dan Nazario menjawab, `Belum,`" kata dakwaan itu merujuk pada percakapan radio, "Nazario mengatakan, ia memerintahkan, `Kerjakan.`" Dakwaan itu menyatakan Nazario membunuh satu di antara orang tak bersenjata itu, yang berbaring di lantai. "Siapa lagi mau membunuh orang ini, karena saya tidak mau melakukannya sendiri," kata Nazario kemudian seperti tertuang dalam dakwaan itu. Pembunuhan bergaya hukuman mati itu sangat keji, yang menghasilkan serpihan otak dan darah berceceran serta menempel di sepatu lars dan senapan Nazario. Dakwaan itu merujuk pada dua marinir lain, yang bertindak bersama Nazario, tapi namanya disunting untuk bagian disiarkan. Nazario dibebaskan dengan jaminan 50.000 dolar Amerika Serikat (sekitar 450 juta rupiah) dan menghadapi pemeriksaan sesudah menyatakan diri tak bersalah, kata jurubicara Kejaksaan Amerika Serikat. Ia sampai baru-baru ini bekerja dengan Kepolisian Riverside sebagai pengawas narapidana percobaan, tapi dibebaskan pada 7 Agustus, kata Steven Frasher, jurubicara polisi. Baik Nelson maupun Nazario bertugas di Kompi Kilo, Batalion III, Resimen I Marinir. Sejumlah anggota satuan itu diadili dengan tuduhan pembantaian 24 warga di Haditha, Irak. Jurubicara markas Pendleton, Letnan Kolonel Chris Hughes, menyatakan Nelson tidak ditahan dan terus bertugas di pangkalan itu. Ia menyatakan perkara berumur hampir tiga tahun itu muncul sesudah satu anggota Marinir dari satuan itu menjalani uji kebohongan ketika mendaftar untuk tugas sipil. Sementara beberapa rincian tentang perkara itu diungkap tentara, media melaporkan marinir menembak mati delapan orang Irak dalam pertempuran sengit untuk menguasai Falujah tiga tahun lalu. Suratkabar mewartakan kedelapan pejuang itu ditembak mati sesudah ditangkap. Berdasarkan atas hukum ketentaraan, membunuh petempur musuh tertangkap, yang tidak merupakan ancaman, dinyatakan sebagai pembunuhan. Itu merupakan perkara ketiga terbesar kejahatan perang melibatkan anggota Marinir dari pangkalan markas Pendleton satuan tersebut. Dalam kejadian terpisah, tujuh marinir dan satu petugas kesehatan angkatan laut Amerika Serikat diadili dengan tuduhan membunuh warga Irak di kota Hamdania pada April tahun lalu. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007