Sudah banyak respon positif dari operator karena instrument contact lebih bagus, kita harapkan lebih banyak lagi dan operator juga lebih peduli akan keselamatan penerbangan di Papua,

Jakarta, (ANTARA News) - Menjangkau wilayah-wilayah terluar, terdepan dan tertinggal (3T) merupakan salah satu fokus pemerintah saat ini.

Komitmen tersebut tercantum dalam Nawa Cita ketiga, yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.

Pemerataan ekonomi hingga menyentuh batas wilayah Bumi Pertiwi ini terus dilakukan demi terwujudnya Sila Kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Namun, kondisi wilayah Indonesia yang terdiri dari 17.000 pulau menuntut akses transportasi yang efektif dan efisien.

Pemerintah telah menjalankan program Tol Laut untuk menjamin distribusi barang dari wilayah Indonesia Barat ke Indonesia Timur terjaga, sehingga dapat menekan harga, terutama harga bahan pokok.

Meski demikian, Tol Laut yang didukung oleh transportasi laut dan darat tidak bisa menjangkau seluruh wilayah hingga ke pelosok, contohnya di Papua karena kondisi geografisnya yang berbukit.

Untuk itu, pemerintah juga menjalankan Tol Udara atau Jembatan Udara sebagai penyambung akses dari pelabuhan ke wilayah-wilayah pelosok, terutama di wilayah perbukitan.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi telah memerintahkan untuk meningkatkan fasilitas navigasi di Papua dan selanjutnya menyusun aturan khusus mengenai penerbangan di Papua yang medannya berbeda dibandingkan dengan daerah-daerah yang lain.

Ia memetakan dua hal yang harus ditingkatkan, yaitu alat navigasi dan kedisiplinan.

"Kita terlebih dahulu konsolidasi facts and findings (fakta dan temuan) apa, kemudian diidentifikasi dan ada dua hal yang harus dilakukan, pertama memperbaiki alat navigasi, kedua meningkatkan disiplin," katanya.

Budi juga memerintahkan Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (Airnav Indonesia) untuk meningkatkan pelayanan dan infrastruktur secara menyeluruh guna keselamatan penerbangan di Papua.

Instruksi tersebut diwujudkan dalam peningkatan investasi baik modernisasi maupun pengadaan alat navigasi di Papua dari Rp138 miliar pada 2017 menjadi Rp156 miliar pada 2018.

Alat-alat tersebut, meliputi komunikasi (communication), navigasi (navigation), pengawasan (surveillance) dan otomatisasi (automation) atau disingkat CNS-A.

Karya Anak Bangsa

Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno mengatakan program modernisasi merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam membangun Papua dengan meningkatkan konektivitas 109 bandara di Bumi Cendrawasih itu.

"Dengan kondisi geografis Papua, transportasi udara merupakan moda krusial bagi masyarakat Papua. Sehingga program modernisasi layanan navigasi penerbangan ini kami luncurkan demi meningkatkan konektivitas udara pada 109 Bandara Papua," ujarnya.

Ia berharap konektivitas udara di wilayah Papua meningkat sehingga turut menunjang pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Papua.

Program modernisasi tersebut dituangkan salah satunya dalam pemasangan tujuh alat navigasi yang dinamakan "Automatic Dependent Surveillance-Broadcast" atau pelacak posisi pesawat otomatis yang diperoleh dari sinyal "Global Navigation Satelite System" (GNSS).

Tujuh wilayah tersebut, di antaranya Wamena, Sentani, Oksibil, Dekai, Senggeh, Borme dan Elelim.

Dengan adanya ADS-B, pemanduan pesawat lebih presisi dibandingkan radar karena radar menembak sinyal di ketinggian tertentu, sementara di Papua rata-rata pesawat melakukan terbang rendah lantaran kondisi alamnya yang berbukit-bukit.

Direktur Utama Airnav Indonesia Novie Riyanto mengatakan salah satu tujuan dipasangnya sistem navigasi menggunakan ADS-B, yaitu untuk mengurangi tingkat kecelakaan.

"Posisi pesawat itu semakin akurat dan diharapkan kecelakaan akan semakin berkurang," katanya.

Selama ini sebagian besar penerbangan di Papua mengandalkan visual (visual flight rules), kelemahannya adalah ketika kabut naik, maka akan sulit menentukan posisi serta waktu yang tepat untuk melakukan tinggal landas atau mendarat.

Dengan adanya ADS-B tidak perlu lagi menggunakan VFR karena sudah bisa dengan instrumen (Instrument flight rules).

Salah satu kelebihan dari ADS-B yang digunakan di tujuh wilayah tersebut adalah karya anak bangsa yang dikembangkan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bekerja sama dengan PT Inti.

Meskipun harganya jauh lebih terjangkau karena buatan dalam negeri, namun kualitasnya tidak kalah dengan produk luar negeri.

Selain itu, kebutuhan listrik ADS-B sangat rendah, sehingga saat ideal untuk memandu penerbangan di Papua di mana ketersediaan listriknya masih terbatas.

Saat ini baru terpasang tiga ADS-B, hingga akhir tahun menjadi tujuh ADS-B dan 11 ADS-B pada 2019.

Konektivitas 109 bandara serta pemasangan tujuh ADS-B merupakan bagian dari 33 program yang akan direalisasikan.

Lebih Baik Lagi

Ketua Asosiasi Perusahaan Penerbangan Indonesia (Inaca) Bidang Penerbangan Tidak Berjadwal Denon Prawiraatmadja mengaku mendapatkan respon yang positif dari sejumlah operator penerbangan setelah dilakukan modernisasi sistem navigasi di Papua.

Namun, Ia menilai perlu ditambah lagi karena cakupan wilayah Papua yang begitu luas serta pergerakan pesawat yang tinggi, yaitu 146.676 pergerakan per tahun.

"Sudah banyak respon positif dari operator karena instrument contact lebih bagus, kita harapkan lebih banyak lagi dan operator juga lebih peduli akan keselamatan penerbangan di Papua," katanya.

Selain memodernisasi dari sisi infrastuktur, Airnav Indonesia memberdayakan potensi sumber daya manusia (SDM) dengan merekrut putra-putri terbaik Papua untuk memenuhi personel navigasi penerbangan.

Program tersebut, yaitu beasiswa untuk pendidikan bidang navigasi penerbangan Papua yang bekerja sama dengan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian Perhubungan.

Setelah lulus pendidikan, kemudian diangkat dan diterima sebagai karyawan Airnav dan ditempatkan di bandara-bandara terdekat dengan daerah asal masing-masing.

Saat ini, total penambahan SDM asli Papua, yaitu 52 orang dengan alokasi anggaran Rp2,5 miliar pada 2018 atau meningkat dari Rp1,1 miliar pada 2017.

Semakin meningkatnya kualitas serta kapasitas baik dari segi infrastruktur maupun SDM, diharapkan Airnav Indonesia terus berkontribusi dalam upaya peningkatan keselamatan dan keamanan yang merupakan aspek inti dari sektor penerbangan.

Lebih jauh lagi, Airnav Indonesia dapat menjembatani pemerataan ekonomi yang adil bagi seluruh rakyat Indonesia.*

Baca juga: Maskapai diberi waktu ajukan "slot" penerbangan tambahan sampai Jumat

Baca juga: Rini ingin Nurtanio segera terbang di langit Papua

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018