Secara makro lada masuk jenis komoditas pertanian yang diperdagangkan di pasar dunia. Sehingga tidak bisa dihindari harganya pun tergantung harga pasar
Pontianak (ANTARA News) - Akademisi Politeknik Negeri Sambas (Poltesa), Kalimantan Barat, Yuliansyah menilai anjloknya harga komoditas lada dipengaruhi pasar dunia terutama permintaan pasar.
"Secara makro lada masuk jenis komoditas pertanian yang diperdagangkan di pasar dunia. Sehingga tidak bisa dihindari harganya pun tergantung harga pasar," ujarnya saat dihubungi di Sambas, Kalimantan Barat, Minggu.
Ia menambahkan kondisi harga lada yang turun signifikan juga karena dari berbagai negara sudah menjadi penghasil seperti Vietnam.
"Produksi lada sekarang banyak. Sehingga hukum permintaan berlaku dan akibatnya harganya turun," jelas dia.
Menurutnya dengan kondisi yang ada di beberapa daerah penghasil lada melakukan program resi gudang.
"Belajar dari daerah penghasil lada di Indonesia seperti Bangka Belitung, dinas perdagangannya mempunyai program resi gudang. Tujuannya menampung lada ?petani, untuk digudangkan terlebih dahulu. Dengan mendapat pinjaman dari beberapa bank bagi yang sudah menggudangkan ladanya," jelas dia.
Yuliansyah menambahkan bahwa dengan kondisi dolar AS yang saat ini menguat seharusnya harga lada ikut naik.
"Sebenarnya apa pun komoditas ekspor - impor ?dengan dolar menguat maka secara tidak langsung petani yang memproduksi komoditas ekspor hurusnya berbanding lurus dengan penghasilannya," kata dia.
Harga lada di tingkat petani di Sambas saat ini sudah mendekati Rp50.000 perkilogram. Sebelumnya harga satu di antara komoditas unggulan Sambas tersebut sempat mencapai Rp80.000 - Rp100.000 per kilogram.
"Harga lada saat ini anjlok hampir separuh. Ini tentu membuat pendapatan petani turun. Pada sisi lain harga pupuk tetap tinggi. Hal itu tentu butuh perhatian," ujar satu di antara petani lada, Tinjo.
Baca juga: Petani bertanya mengapa harga lada anjlok hingga 50 persen
Pewarta: Dedi
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2018