Sistem ini sangat rentan karena bergantung pada figur atau setidaknya menimbulkan kelompok figur yang tidak sehat atau oligarki."
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Yudisial (KY) melalui juru bicaranya Farid Wajdi menilai pengadilan satu atap sebagai kebijakan buruk dan terbukti gagal dalam pelaksanaannya.
"Selain di Indonesia, sistem ini juga ditemukan di Cekoslovakia dan dinyatakan sebagai kebijakan buruk," kata Farid dalam diskusi di Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta pada Sabtu.
Farid menjelaskan para ahli hukum tata negara menyebut sistem pengadilan satu atap sebagai kebijakan buruk, karena menimbulkan penyalahgunaan wewenang karena berbentuk kekuasaan yang terpusat.
Indonesia sendiri masih menggunakan sistem pengadilan satu atap, dengan mempertahankan pengelolaan perkara dan manajemen hakim di bawah naungan Mahkamah Agung.
Farid berpendapat Indonesia seharusnya belajar dari kegagalan sistem pengadilan satu atap Cekoslovakia.
"Sistem ini sangat rentan karena bergantung pada figur atau setidaknya menimbulkan kelompok figur yang tidak sehat atau oligarki," jelas Farid
Dalam data yang dipaparkan oleh Farid, sebagian besar sistem peradilan dunia menyadari bahwa pengelolaan "mengurus" pengadilan tidak bisa diserahkan hanya kepada satu entitas, apalagi membenahi para hakim sebagai pemutus perkara sekaligus manajer.
Menurut Farid reorientasi konsep ?atap? bukan merupakan pelanggaran independensi, karena hal ini merupakan realita sekaligus tuntutan yang terjadi di banyak tempat.
"Praktik pengelolaan peradilan modern adalah fakta yang paling jelas bahwa peradilan tidak mungkin diberikan beban lebih selain hanya fokus dalam perkara dan kesatuan hukum untuk keadilan," pungkas Farid.
Baca juga: KY: Oknum terjerat OTT KPK tidak layak disebut hakim
Baca juga: Farid Wajdi: KPK OTT 19 hakim sejak 2005
Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018