Bogor (ANTARA News) - Indonesia berada dalam posisi yang sangat rentan dalam kasus pengambilan sumberdaya genetik oleh peneliti asing, oleh karenanya, bangsa Indonesia harus mengenal dan mengelola kekayaan hayati yang dimilikinya untuk kepentingan nasional.
"Indonesia ini sangat porous, artinya banyak celah-celah yang bisa dimasuki oleh pihak asing untuk mengambil sumberdaya genetik yang kita miliki," kata Deputi Kepala LIPI Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati, Dr Endang Sukara di sela-sela seminar internasional mengenai pengelolaan sumberdaya genetik di Bogor, Jabar, Selasa.
Padahal, lanjut dia, dengan meratifikasi Convention on Biological Diversity (CBD) Indonesia mempunyai hak kedaulatan penuh atas sumberdaya genetik yang dimiliki.
"Dengan `sovereign rights` tersebut, kita berhak untuk menggunakan baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk dibagi dengan asing. Bahkan kita juga berhak untuk tidak membaginya dengan asing," katanya.
Menurut dia, meski sudah ada Keputusan Presiden bahwa setiap penelitian asing di Indonesia harus didampingi oleh peneliti lokal, namun pada kenyataannya peneliti asing bisa saja mendompleng badan-badan asing seperti "Namru" atau "Cifor".
Oleh karena itu, tegas dia, harus ada kesadaran dari bangsa Indonesia sendiri untuk mengenal kemudian mengelola dan memanfaatkan sumberdaya yang melimpah tersebut untuk kepentingan nasional.
Selama ini, lanjut dia, bangsa Indonesia baru sebatas menjadi "pemulung", hanya mengambil apa yang sudah disediakan oleh alam.
"Sangat disayangkan, kita ini baru menjadi pemulung saja. Apa yang disediakan oleh alam itu yang kita ambil. Tidak ada upaya untuk mengelola secara luas dalam perkebunan, tetapi hanya mengambil dari tanaman yang tumbuh liar," katanya.
Sementara itu, Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Dr Sutrisno mengatakan, data dan informasi mengenai pengelolaan sumberdaya genetik pertanian di Indonesia masih sangat sedikit dan terpecah-pecah.
Oleh karena itu, kata dia, menjadi tantangan bagi bangsa Indonesia untuk membuat data mengenai kekayaan hayati, mulai dari genetik, spesies, agroekosistem, karakter sumberdaya genetik, serta membuat peta sumberdaya genetik pertanian nasional.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007