Kasusnya tidak banyak dan tidak besar. Kalaupun ada kejadian, masih dalam batas kewajaran
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan kasus protes terhadap adzan menggunakan pengeras suara di masjid sangat sedikit, hanya satu dibandingkan sejuta.
"Kasusnya tidak banyak dan tidak besar. Kalaupun ada kejadian, masih dalam batas kewajaran," kata Dahnil saat dihubungi dari Jakarta, Jumat.
Terkait polemik pengeras suara di masjid dan mushola, Dahnil mengatakan lebih penting memberikan pemahaman kepada masyarakat dan umat tentang arti penting toleransi antarumat beragama.
Apalagi, secara syariat, tidak semua kegiatan di masjid dan mushola memerlukan pengeras suara. Menurut Dahnil, secara syariat yang memerlukan pengeras suara hanya adzan karena merupakan penanda waktu dan panggilan shalat.
"Lebih penting memberikan pemahaman tentang toleransi kepada masyarakat, termasuk bila memang ada tuntuan atau aturan tentang penggunaan pengeras suara," katanya.
Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Islam Nomor KEP/D/101/1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar dan Mushola kembali mengemuka setelah terjadi polemik terkait pengeras suara di masjid dan mushola.
Instruksi tersebut memperbolehkan pengeras suara luar digunakan untuk adzan sebagai penanda waktu shalat, sedangkan pengeras suara dalam untuk doa dengan syarat tidak meninggikan suara.
Penggunaan pengeras suara baik untuk adzan maupun doa harus mengutamakan suara yang merdu dan fasih serta tidak meninggikan suara. ***4***
Baca juga: Din Syamsuddin: Protes tentang adzan bisa diakukan dengan cara baik-baik
Baca juga: PBNU: Katakan adzan terlalu keras bukan penistaan agama
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2018