Jakarta, (ANTARA News) - Deputi Perlindungan Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Vennetia R Danes, menyebutkan keberadaan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak menghadapi beberapa tantangan, diantaranya menyelesaikan perkara sengketa secara alternatif di luar pengadilan yang lebih murah dan ekonomis.
Vennetia dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis, mengatakan tidak semua kasus perlu ditangani melalui hukum formal karena sebagian besar dapat ditangani melalui upaya mediasi oleh UPTD PPA.
Penyelesaian perkara sengketa juga dapat bersifat pidana maupun perdata yang dalam proses mediasinya harus dipastikan menjamin perlindungan hak-hak perempuan dan anak.
Ke-13 daerah yang meliputi provinsi dan kabupaten/kota telah menjadi inisiator pembentukan UPTD PPA, yaitu Sumatera Utara, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan. Selanjutnya, Kabupaten Bireuen, Kota Bandung, Kota Surakarta, Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Kutai Kertanegara.
Pembentukan UPTD PPA merupakan komitmen pemerintah daerah dalam menghadirkan layanan perlindungan bagi perempuan dan anak yang mengalami kekerasan, diskriminasi, perlindungan khusus dan masalah lainnya.
Pembentukan UPTD PPA telah dikembangkan melalui Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pedoman Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak.
Telah ada 24 UPTD PPA yang terbentuk di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Selain UPTD PPA inisiator, UPTD PPA tingkat provinsi lainnya berada di Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Bangka Belitung.
UPTD PPA di tingkat kabupaten/kota, selain UPTD PPA inisiator telah ada di Kota Metro, Kabupaten Subang, Kota Yogyakarta, Kabupaten Sumenep, Kota Denpasar, Kabupaten Hulu Sungai Utara, dan Kabupaten Luwu Utara.*
Baca juga: Yohana: Anak perempuan miskin lebih berisiko nikah dini
Baca juga: Perempuan rawan kekerasan saat terjadi bencana
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018