Jakarta (ANTARA News) - KPK menetapkan hakim ad hoc Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Medan Merry Purba sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi menerima hadiah atau janji oleh hakim PN Medan secara bersama-sama terkait putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.
"KPK meningkatkan status ke penyidikan dan menetapkan empat orang tersangka, yaitu diduga sebagai penerima MP (Merry Purba) hakim ad hoc Tipikor dan H (Helpandi) panitera pengganti PN Medan. Sedangkan yang diduga sebagai pemberi TS (Tamin Sukardi) dari swasta dan HS (Hadi Setiawan) orang kepercayaan TS (Tamin Sukardi) swasta sebagai pihak yang menerima," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPK Jakarta, Rabu.
KPK pada Selasa (28/8) melakukan Operasi Tangkap Tangan di Kota Medan terhadap Tamin Sukardi (TS) selaku pemilik PT Erni Putra Terari, staf Tamin bernama Sudarni (SUD), panitera pengganti PN Medan Helpandi (H), hakim ad hoc Pengadilan Tipikir Medan Merry Purba (MP), wakil ketua PM Medan yang bertindak sebagai ketua majelis Wahyu Prasetyo Wibowo (WPW), Ketua PN Medan Marsuddin Nainggolan (MN), hakim PN Medan Sontan Merauke Sinaga (SMS) dan panitera pengganti PN Medan Oloang Sirait (OS).
Merry diduga menerima total 280 ribu dolar Singapura (sekitar Rp3 miliar) terkait putusan perkara tindak pidana korupsi nomor perkara 33/pid.sus/TPK/2018/PN.Mdn dengan terdakwa Tamin Sukardi yang ditangani Penadilan Tipikor pada PN Medan.
Tamin Sukardi adalah pemilik PT Erni Putra Terari. Dalam perkara itu, Tamin menjadi terdakwa perkara korupsi lahan bekas hak guna usaha (HGU) PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II.
Tamin menjual 74 hektare dari 126 hektare tanah negara bekas HGU PTPN II kepada PT Agung Cemara Realty (ACR) sebesar Rp236,2 miliar dan baru dibayar Rp132,4 miliar.
"Dalam putusan yang dibacakan 27 Agustus 2018, Tamin dihukum enam tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan dan uang pengganti Rp132 miliar. Vonis itu lebih ringan dibanding tuntutan jaksa yang meminta Tamin divonis 10 tahun pidana penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan dan uang pengganti Rp132 miliar," ungkap Agus.
Meski divonis dan diwajibkan membayar uang pengganti, lahan yang dituntut jaksa untuk dikembalikan kepada negara tetap dikuasai oleh Tamin dan lahan 74 hektare tetap dimiliki PT ACR.
Hakim Merry adalah salah satu anggota majelis hakim menyatakan "dissenting opinion" dalam vonis tersebut. Sedangkan ketua majelis hakim adalah hakim Wahyu Prasetyo Wibowo, ketua majelis hakim yang kasusnya belakangan populer dibicarakan, yaitu perkara mengenai pengeras suara masjid yang dikategorikan sebagai penodaan agama oleh seorang warga kota Tanjung Balai (Sumut) Meliana. Meliana divonis 18 bulan penjara, tetapi mengajukan banding.
"Sebelum kegiatan tangkap tangan sudah ada pemberian 150 ribu dolar Singapura kepada hakim MP. Pemberian ini merupakan bagian dari total 280 ribu dolar Singapura yang diserahkan TS melalui H orang kepercayaannya pada 24 Agustus 2018 di hotel JW Marriot Medan," tambah Agus.
Total pemberian uang yang terealisasi adalah 280 dolar Singapura dengan 130 ribu ditemukan KPK di tangan H dan 150 ribu dolar Singapura diduga diterima hakim MP.
"KPK mengingatkan agar kepada tersangka HS (Hadi Setiawan) yang diduga memiliki peran dalam perkara ini agar bersikap kooperatif dan segera menyerahkan diri pada KPK," ungkap Agus.
Tim memberangkatkan 7 dari 8 orang yang diamankan dalam 3 penerbangan, Sudarni, Helpandi, Tamin Sukardi dan Marsuddin Nainggolan tiba di gedung KPK sekitar pukul 23.30 pada Selasa (28/8). Hakim Merry Purba tiba di gedung KPK pada Rabu (29/8) sekitar pukul 08.40 WIB dan terakhir Wahyu Prasetyo Wibowo (WBW) dan SMS tiba di gedung KPK sekitar pukul 11.30 WIB.
Baca juga: KPK bawa pejabat PN Medan ke Jakarta malam ini
Baca juga: KY sesalkan hakim PN Medan kena OTT
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Sigit Pinardi
Copyright © ANTARA 2018