Denpasar (ANTARA News) - Keindahan dan popularitas Pantai Sanur yang sempat menjadi "brand" pariwisata Bali pudar menyusul maraknya pembangunan hotel dan fasilitas pariwisata lainnya di sepanjang pantai tersebut. Hilangnya keaslian alam Sanur yang kini lebih terlihat sebagai "pantai beton", menjadi salah satu penyebab memudarnya popularitas pantai di selatan Kota Denpasar, bagian dari pesisir Samudera Indonesia itu. Slogan "Kalau tidak ke Sanur belum ke Bali" pun telah berubah menjadi "Kalau tidak ke Kuta belum ke Bali". Daerah tujuan wisata lainnya juga "mengubur" popularitas Sanur, seperti Nusa Dua, kampung seni Ubud, Gianyar, atau kawasan wisata Gunung Batur di Kintamani. Untuk mengembalikan citra pariwisata Sanur itulah, sejak dua tahun lalu digelar Sanur Village Festival (SVF), melalui penyelenggaraan berbagai kegiatan seni, budaya, termasuk festival makanan. Melihat respon pada penyelenggaraan kedua selama lima hari hingga Minggu (19/8), panitia menetapkan festival makanan itu sebagai agenda rutin, dan menjadi andalan kegiatan SVF. Panitia terpaksa melakukan seleksi ketat terhadap calon peserta karena besarnya minat dari restoran yang ingin mengikuti kegiatan itu. "Kita prioritaskan kepada peserta tahun lalu, sedangkan calon peserta baru harus melalui seleksi ketat," kata Koordinator Food Festival I.B Alit Awatara, saat penutupan SVF yang dikelola Yayasan Pembangunan Sanur itu, Minggu ( 19/8). Peserta festival makanan kali ini adalah restoran-restoran ternama yang memiliki reputasi bagus. "Kita bukan mengejar jumlah, namun kualitas," ucapnya. Jumlah restoran yang ikut ini sebanyak 23 peserta, sedangkan tahun lalu hanya 16 peserta dari restoran yang ada di kawasan Sanur. Food Festival memberikan kesempatan kepada masyarakat umum untuk mencoba makanan restoran internasional. Harga makanan yang disediakan tergolong murah, termahal Rp20 ribu per porsi, agar terjangkau semua kalangan. Tak mengherankan makanan yang disediakan selama lima hari itu selalu ludes diserbu pengunjung. Sambil menyaksikan musik dan hiburan lain di panggung utama, pengunjung bisa menikmati makanan bercita rasa internasional. Meja yang disediakan selalu dipenuhi pengunjung. Salah seorang peserta Massimo Sacco, misalnya, mengaku kewalahan melayani pembeli yang terus berdatangan. dia tiap hari selalu kekurangan makanan, bahkan sebelum pukul 22.00 Wita harus tutup karena stok makanan habis. "Kami selalu kekurangan makanan karena banyaknya permintaan," kata Massimo yang sudah dua kali mengikuti even ini dan mendapat respon luar biasa dari pengunjung. Dibandingkan penyelenggaraan tahun lalu, katanya, jumlah pengunjung tahun ini jauh lebih banyak dan omset penjualan juga mengalami peningkatan. "Kita terus mencari bentuk SVF. Hingga pelaksanaan kedua kali ini, Food Festival menjadi salah satu ikon SVF," kata Ketua Panitia SVF I.B Sidharta Putra. Panitia SVF mengaku puas terhadap pelaksanaan agenda tahunan di wilayah Sanur ini. Disebutkan, pelaksanaan SVF tahun ini jauh lebih bagus dan lebih siap dibandingkan penyelenggaraan tahun lalu. SVF II 2007 ditutup Walikota Denpasar A.A Puspayoga, setelah digelar parade budaya. Sejumlah tokoh pariwisata juga hadir dalam kesempatan tersebut seperti mantan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI Gede Ardika dan sejumlah tokoh lainnya. Ribuan orang memadati jalan untuk menyaksikan parade budaya dan penutupan SVF. Even ini dimulai sejak 15 Agustus sampai 19 Agustus 2007. Selama lima hari digelar puluhan aktivitas budaya, sport, musik dan lomba, disaksikan ribuan orang, termasuk wisatawan asing. Acara dan kegiatan SVF tahun ini dinilai lebih banyak dan berkualitas, dengan penampilan jauh lebih bagus dari tahun lalu. "Kami berterima kasih kepada semua pihak yang terlibat, khususnya Pemerintah Kota Denpasar yang memberikan dukungan besar," kata Sidharta Putra. Ia berupaya melakukan perbaikan terhadap beberapa hal bercermin dari pengalaman pelaksanaan even pertama. Banyak hal baru yang ditampilkan untuk memberikan tontonan yang selalu baru melalui penampilan even yang lebih profesional. Sisi promosi pariwisata dalam SVF jauh lebih kental dari pada budaya, mengingat even ini memang untuk tujuan promosi. "Kita memang harus ekstrim dan fokus dalam tema SVF. Kita tidak mau setengah hati dalam melakukan kegiatan promosi Sanur," ucapnya. Kendati demikian, pihaknya juga berupaya untuk menampilkan sisi budaya sebagai dasar pariwisata Sanur. SVF masih terus mencari bentuk untuk menemukan ikon yang dianggap paling sesuai. "Kita masih terus mencari untuk menentukan SVF yang sesungguhnya," katanya seraya menyebutkan, berbagai kegiatan seperti lomba layang-layang juga mendapat respon luar biasa dari pengunjung. Kendati mengaku puas, Sidharta Putra mengakui masih ada kekurangan dan mengharapkan masukan serta kritik demi kemajuan pelaksanaan tahun depan. Ia berharap persoalan dana yang dihadapi SVF mendapat perhatian dari pemerintah. "Kita berharap pemerintah lebih peduli, dengan memberikan dana lebih besar pada penyelenggaraan mendatang," katanya. Dengan demikian, penyelenggaraan SVF akan benar-benar mampu mengembalikan citra Sanur sebagai daerah tujuan wisata terpopuler di Bali.(*)

Pewarta: Oleh Tunggul Susilo
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007