Kota Kinabalu (ANTARA News) - "Kami sudah kurangi ijin penebangan hutan, disediakan 240.000 Ha hutan untuk konservasi orang utan di Sabah, dan sudan zero pembukaan lahan kelapa sawit dengan cara dibakar," kata Masidi Manjun, Menteri Pariwisata, Kebudayaan, dan Alam Sekitar Sabah. Masidi Manjun memberikan keterangan soal konservasi yang dilakukan pemerintah Malaysia kepada peserta workshop organisasi kantor berita Asia Pasifik (OANA), di Sabah, Selasa. Kantor Berita Bernama selaku Presiden OANA menyelenggarakan workshop OANA untuk membantu pemerintah Malaysia menjelaskan pada dunia soal isu pembantaian orang utan di Malaysia dan Indonesia untuk kelapa sawit. LSM pecinta lingkungan hidup di Eropa beberapa tahun belakangan aktif melakukan kampanye pembokoitan pembelian kelapa sawit dan produk kecantikan dan makanan. Pangsa pasar minyak kelapa sawit (palm oil) sekitar 90 persen dikuasai Malaysia-Indonesia. LSM Eropa menyebarkan brosur dengan foto orang utan, dan kadang-kadang membawa orang utan ke supermarket dan shopping mall. "Kami ingin kampanye negatif itu dihentikan. Jangan hanya dikemukakan kami banyak membunuh orang utan ketika pembukaan hutan untuk kelapa sawit tapi juga mohon dikemukakan apa yang kami lakukan," kata Masidi. Ia mengatakan, adanya konservasi orang utan Sepilok, di Sepadan, Sabah menunjukan bahwa Malaysia sangat melindungi hutan dan mencintai orang utan. Apalagi hutan lindung dan konservasi orang utan telah menjadi andalan industri pariwisata di Sabah. "Jadi kami tidak mungkin membabat hutan dan membunuh orang utan karena keduanya memberikan pemasukan bagi pendapatan kami," katanya. Para jurnalis dari mancanegara, di antaranya Kyodo Jepang, Yonhap Korea Selatan, Kantor Berita NNN Venezuela, VNA Vietnam, Saudi Press Agency, dan Agencia EFE Spanyol diajak melihat konservasi orang utan Sepilok, Sepadan. Tapi, orang utan tidak bisa menjelaskan kepada pers dan dunia mengenai yang sebenarnya terjadi. Ketua Kabinet Menteri Sabah, Musa Aman, dalam jamuan makan malam, mengatakan, Malaysia telah menghentikan penebangan hutan (bagi perkebunan kelapa sawit dan sebagian besar penanaman kelapa sawit adalah proyek penanaman ulang. Isu tuduhan pembantaian orang utan di Malaysia dan Indonesia sempat menimbulkan kehebohan di seluruh media massa sekitar dua bulan lalu. Bahkan Wakil PM Malaysia Najib Tun Razak mengatakan bahwa tuduhan itu merupakan bukti bahwa negara-negara maju tidak suka Malaysia dan Indonesia menguasai pasar kelapa sawit. Apalagi, kedua negara ini sedang mengembangkan minyak kelapa sawit untuk bahan bakar minyak bagi kendaraan bermotor. "Tuduhan negatif itu merupakan bentuk ketakutan pemerintah dan masyarakat negara industri mengenai penguasaaan bisnis kelapa sawit yang didominasi Malaysia dan Indonesia dan penguasaan bahan bakar minyak biodiesel sebagai bahan bakar minyak masa depan yang bebas polusi oleh kedua negara ini," kata Najib, belum lama ini. Oleh sebab itu, Menteri Pertanian Indonesia Anton Apriyantono dan Menteri Perladangan Malaysia Peter Chin Fah Kui melakukan pertemuan di Kuala Lumpur, akhir Mei 2007, untuk merancang dan melawan tuduhan itu secara bersama-sama. Kedua negara sepakat untuk melakukan kampanye di negara-negara Eropa untuk membantah tuduhan tersebut sekaligus menjelaskan yang dilakukan kedua negara terhadap orang utan, industri kelapa sawit, dan penebangan hutan.Kampanye Negatif Kampanye dan tuduhan yang dilakukan para LSM bermula dari negara-negara Eropa kemudian menjalar ke Australia dan Selandia Baru hingga akhirnya PBB pun memberikan laporan yang mendukung adanya pembabatan hutan dengan cara dibakar yang banyak menghancurkan ekosistem, di antaranya habitat orang utan. Friends of the Earth dan the Borneo Orang Utan Survival Foundation, LSM Inggris yang banyak terlibat dalam konservasi orang utan, mengungkapkan penguasaan kelapa sawit oleh Malaysia dan Indonesia telah banyak mengubah hutan menjadi perkebunan kelapa sawit. Perubahan itu kebanyakan dilakukan dengan cara dibakar, yang sudah membuat seluruh kehidupan fauna dan flora di hutan tersebut musnah. LSM itu kemudian menuntut seluruh supermarket di Inggris dan juga negara Eropa lainnya untuk memboikot menjual minyak goreng yang dibeli dari Malaysia dan Indonesia. Termasuk produk makanan, produk kecantikan dan obat-obatan yang bahannya dari kelapa sawit. Mereka menuntut supermarket, produsen makanan, kecantikan dan obat-obatan untuk juga mempunyai tanggung jawab sosial dalam bentuk menjaga hutan tropis di Malaysia dan Indonesia yang salah satunya menjadi paru-paru dunia, mencegah pemusnahan orang utan dan ekosistem lainnya. Apalagi pemanasan global yang telah mengubah iklim di seluruh belahan dunia telah terjadi dan menjadi ancaman serius bagi umat manusia di dunia. Para aktivis LSM di Eropa sangat atraktif dalam kampanye penyelamatan hutan dan oran utan. Selain menempel brosur dan pamflet-pamflet di berbagai supermarket seperti Jusco dan Tesco, mereka juga membawa orang utan berjalan-jalan dalam supermarket. Laporan LSM itu kemudian diperkuat oleh laporan PBB yang berjudul "The Last Stand of the Orang Utan: State of Emergency" yang mengungkapkan hutan alamiah di Malaysia dan Indonesia akan habis dengan cepat hingga 98 persen hingga tahun 2022 jika tidak ada upaya penyelamatan. Sekitar 30 persen orang utan mati akibat pembabatan hutan untuk perkebunan kelapa sawit. The Borneo Orang Utan Survival Foundation memperkirakan orang utan di hutan liar akan punah pada tahun 2012. Menurut laporan Sawit Watch, sebuah LSM di Indonesia, tahun 2006 saja Indonesia telah membangun 6,5 juta Ha perkebunan kelapa sawit dan pada tahun 2025 diperkirakan akan ada 26 juta Ha perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Penurunan drastis orang utan di Malaysia dan Indonesia bukan saja disebabkan oleh kebakaran hutan, tapi juga akibat kemiskinan dan kelaparan para penebang hutan akibat gajinya terlalu kecil. Oleh sebab itu, mereka membunuh binatang di hutan, apakah kijang, babi atau orang utan untuk makan. Michelle Desilets, direktur the Borneo Orang Utan Survival Foundation UK, mengatakan, karena kelaparan Orang Utan sering merusak perkebunan kelapa sawit dan menyebabkan kemarahan pemiliknya. Mereka kemudian memberikan insentif 10 dolar hingga 20 dolar AS kepada para pekerja jika berhasil membunuh satu kepala orang utan. Yang menarik dari laporan Departemen Alam Sekitar Sabah malah memperkuat laporan LSM Eropa. Menurut Laurentius N Ambu, dari Departemen Alam Sekitar Sabah, tahun 1900, jumlah orang utan di Sabah dan Sarawak ada 180.000 dan tahun 2006 tinggal 41.000 dan kini jumlah orang utan di Sabah diperkirakan sekitar 11.000 ekor.(*)

Pewarta: Oleh Adi Lazuardi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007