Jakarta (ANTARA News) - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada pekan depan diperkirakan masih akan mengalami tekanan dari bursa global karena dampak krisis 'sub-prime mortgage' yang masih akan berlanjut. Analis Riset PT Bapindo Bumi Sekuritas, Harry Kurniawan, kepada ANTARA di Jakarta pada akhir pekan lalu menjelaskan indeks BEJ dalam jangka pendek ini masih akan dipengaruhi psikologis penurunan bursa global, akibat meluasnya dampak krisis "sub-prime mortgage" di yang berawal dari AS. Menurut Harry, pasar modal Indonesia saat ini memang sangat rentan terhadap isu global, karena kenaikan yang terjadi sebelumnya lebih disebabkan oleh masuknya dana asing jangka pendek. "Saat ini pasar kita mudah terprovokasi dari eksternal, karena kenaikan indeks didorong masuknya dana jangka pendek yang sewaktu-waktu bisa ditarik, dan sekarang kita merasakan," tambahnya. Bahkan beberapa analis juga mengungkapkan bahwa kejatuhan bursa saham dunia diperkirakan berlanjut, termasuk bursa saham Indonesia, karena investor terus melakukan penjualan sahamnya secara besar-besaran bukan untuk lagi profit taking (ambil untung), melainkan "cut loss" (jual rugi) untuk menekan kerugian yang dideritanya. Pengamat pasar modal Farial Anwar, mengatakan, krisis memang terjadi di AS, namun imbasnya justru paling buruk terjadi di bursa saham Jakarta. Kejatuhan bursa saham ini akan terus berlanjut, namun tidak dapat diprediksi sampai kapan . Yang jelas imbasnya sangat besar kepada bursa saham Jakarta, katanya. Kondisi seperti inilah yang mengakibatkan IHSG pada pekan ini ditutup dibawah level 2.000, yang merupakan level terendah sejak awal April 2007 tahun ini, yakni diposisi 1.908,635, sedangkan indeks LQ45 kelompok 45 saham unggulan berada di level 393,974. Situasi ini berbeda pada pembukaan pekan ini, karena IHSG masih berada di posisi 2.207,396 atau anjlok 298,761 poin dan Indeks LQ45 turun tajam 62,666 poin dari pembukaan pekan ini di level 456,640. (*)
Copyright © ANTARA 2007