Jakarta (ANTARA News) – Senyum penuh arti menghiasi wajah karateka Indonesia Jintar Simanjuntak setelah resmi dinobatkan sebagai pemenang medali perunggu.

Medali tersebut dia menangkan usai menjatuhkan karateka asal Uni Emirat Arab Ahmed Alhadhrami dengan skor 1-0 pada babak perebutan perunggu nomor pertandingan Kumite putra -67 kilogram yang digelar di Plenary Hall, JCC Senayan, Jakarta pada Minggu (26/8) kemarin.

Meskipun sebelumnya harus bertekuk lutut di hadapan karateka asal Kazakstan Didar Amirali pada babak semifinal dengan skor 0-8, ternyata semangat Jintar untuk merebut medali perunggu belum padam.

Dengan sisa-sisa kekuatan yang ada, pria kelahiran Medan, 4 November 1987 itu mengerahkan segala daya dan upaya untuk menjatuhkan sang lawan hingga akhirnya sebuah medali perunggu melingkar di lehernya.

Memang ada sedikit rasa kecewa yang dia rasakan karena harus mengaku kalah dan tidak berhasil melangkah ke babak final. Terlebih, saat itu dia menghadapi lawan yang sudah pernah dia temui pada kejuaraan karate lain sebelumnya.

Akan tetapi, Jintar mengaku tetap bersyukur kepada Tuhan atas kesempatan yang telah diberikan kepada dia untuk sekali lagi membela merah putih di kancah internasional Asian Games 2018.

Bagi Jintar, medali perunggu yang dia peroleh pada hari itu memiliki arti yang sangat istimewa, yaitu sebagai penutup karirnya sebagai karateka putra Indonesia.

“Medali ini adalah hasil yang manis yang bisa saya buat. Medali ini persembahan terakhir saya untuk Indonesia. Saya tutup karir dengan medali perunggu Asian Games 2018. Setelah ini, saya pensiun sebagai atlet,” ucap Jintar sambil tersenyum puas.


Menjadi pelatih

Selama menjadi karateka, Jintar telah mengikuti berbagai kejuaraan karate di tingkat internasional, diantaranya World Championships 2012, Karate 1 Premier League 2017, Asian Championships 2017, SEA Games (2009, 2011, 2013 dan 2017) dan Asian Games (2010, 2014 dan 2018).

Setelah memutuskan untuk mengakhiri karirnya sebagai atlet, Jintar masih memiliki rencana untuk masa depannya, yaitu menjadi pelatih karate.

Sebagai langkah awal, dia mengaku ingin memulai karirnya sebagai pelatih karate di tanah kelahirannya di Sumatera Utara.

Beruntung, saat ini dia pun telah memperoleh jabatan sebagai pelatih di Federasi Olahraga Karate-do Indonesia (FORKI) Sumatera Utara.

Namun Jintar masih memiliki harapan di dalam hati untuk menjadi pelatih karate di tingkat nasional pada suatu hari nanti.

Selain menjadi pelatih, rupanya Jintar juga meniti karir sebagai seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Sumatera Utara.

Kepada Dispora, dia menyampaikan rasa terima kasih karena telah memberikan izin untuk ikut membela tim karate Indonesia dalam pentas Asian Games 2018.

Selama bekerja di Dispora Sumatera Utara, dia mengaku agak kesulitan membagi waktu antara pekerjaannya sebagai PNS dan juga sebagai atlet. Dia mengaku senang sekali ketika diberikan izin mengikuti pelatnas karate untuk persiapan Asian Games.

Karir Jintar belum berhenti sampai PNS saja, pria yang memiliki tinggi badan 167 centimeter itu juga memiliki Dojo atau tempat latihan bela diri karate, lengkap dengan murid-muridnya.

Bahkan, salah satu murid yang bernama Muhammad Fahmi Sanusi berhasil menjadi juara karate dunia tingkat junior pada 2015 lalu.

“Meskipun saya sudah memutuskan untuk pensiun sebagai atlet, saya tetap ingin mengabdi untuk negara sebagai seorang pelatih karate,” tutur Jintar.

Perbaikan pembinaan karate

Satu-satunya alasan yang memotivasi Jintar untuk melanjutkan karir sebagai pelatih karate adalah keinginannya untuk memperbaiki pembinaan terhadap atlet-atlet karate yang ada di Indonesia.

Dia yakin bahwa melalui pembinaan yang baik dan tepat, maka kemampuan atlet juga akan ikut meningkat dan prestasinya semakin membanggakan.

Menurut dia, kemampuan karateka Indonesia saat ini terus membaik dan tidak kalah jauh apabila dibandingkan dengan negara-negara lain.

Tim karate Indonesia, sambung dia, hanya kurang banyak pelatihan atau training serta try out di luar negeri, sehingga bisa dibilang pengalamannya masih sangat minim.

Oleh karena itu, dia mengungkapkan jika tim karate Indonesia sering diikutsertakan dalam pelatihan-pelatihan di luar negeri, maka pengalamannya akan terus bertambah.

Lebih lanjut, dia menilai pelatihan di luar negeri juga dapat memperkaya pengetahuan atlet mengenai gerakan dan strategi karate yang digunakan di negara-negara lain. Sehingga saat menjalani pertandingan dan menghadapi lawan yang berbeda-beda, atlet sudah tahu harus menggunakan taktik apa.

Di sisi lain, dia menekankan bahwa pembinaan terhadap para atlet bukan hanya digencarkan saat usia dini atau ketika di tingkat junior saja. Justru pembinaan itu harus lebih ditingkatkan saat atlet berada di tingkat senior

Berdasarkan pengalamannya, seringkali dia melihat banyak karateka tanah air yang memiliki banyak prestasi gemilang di tingkat junior. Namun ketika menginjak level senior, prestasinya malah menurun. Artinya, di saat itulah pembinaan atlet harus lebih ditingkatkan.

Untuk itu, dia pun bertekad kuat untuk dapat menjadi pelatih yang mampu menghasilkan atlet-atlet karate berprestasi.

“Perjalanan saya sampai disini sebagai atlet. Medali perunggu menjadi penutup yang manis. Saya bangga. Saya berharap karateka Indonesia kedepannya akan jauh lebih baik lagi,” ungkap Jintar.

Baca juga: Rifki dan segudang mimpi yang masih menanti

Pewarta: Rr. Cornea Khairany
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018