Jakarta (Antara NEWS) - Berkuda atau equestrian dipandang menjadi salah satu cabang olahraga unik yang dipertandingkan di Asian Games 2018. Hal ini karena keterlibatan kuda turut menjadi andil dalam perolehan medali sang atlet.
Salah satu atlet berkuda nasional, Ferry Wahyu Hadiyanto, membeberkan paling tidak untuk mendalami olahraga ini harus memiliki modal awal 1 juta euro atau sekitar Rp17 miliar di luar perawatan bulanan.
"Minimal sekali 1 juta euro untuk turnamen seperti Asian Games. Itu kalau mau berhasil ya," kata Ferry kepada Antara saat ditemui di Jakarta International Equestrian Pulomas, Minggu (27/8).
Menurut atlet berusia 29 tahun itu, olahraga berkuda memang tidak populer di Indonesia karena keunikannya. "Atletnya bukan cuma manusia, tapi kudanya juga," ungkapnya.
Sebagai persiapan untuk kualifikasi disiplin lompat rintang (jumping show) individual dan tim pada Senin ini, Ferry membeli kuda baru jenis "warmblood" dari Belanda. Kuda bernama Faults Free tersebut dibeli senilai Rp1 miliar.
Tidak cukup sampai di situ. Biaya perawatan kuda mulai dari makanan hingga suplemen bisa mencapai 7.000-11.000 euro atau sekitar Rp119 juta sampai Rp187 juta per bulannya. Belum lagi peralatan untuk berlatih setara dengan Rp73 juta.
Selain kesehatan kuda yang harus diperhatikan, Ferry mengatakan juga perlu mengasah kemampuan kuda dengan mengikuti berbagai pertandingan di negara-negara Eropa sebagai latihan.
Para atlet berkuda pun umumnya lebih banyak menghabiskan waktu di Belanda atau Jerman yang banyak menggelar pertandingan e,/questrian. Selama beberapa tahun terakhir, Ferry yang dibesarkan di Bandung ini menetap di Belanda untuk fokus berlatih dengan para atlet dari berbagai negara Eropa.
"Modal paling banyak adalah untuk pelatihan sama kuda dan kita harus 'stay' di Eropa. Setiap minggu ada kompetisi, pesertanya pun ratusan. Jadi akan lebih terpacu saja kali ini," ungkap Ferry.
Setelah bertanding di Asian Games ke-18 Jakarta, ia akan kembali ke Belanda dan berlatih sebelum ke Manila, Filipina untuk berlaga di SEA Games 2019.
Masih di Sponsor
Ferry mengakui bahwa sejauh ini belum ada keterlibatan dari pemerintah, baik Kementerian Pemuda dan Olahraga maupun Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (PORDASI).
Untuk membeli kuda baru, Ferry bersyukur ada pihak yang mau mensponsorinya, meskipun biaya hidup dan kegiatan berlatih selama di Eropa murni dari kocek pribadi.
"Saya jujur bukan orang yang bisa membeli kuda, tapi saya cari sponsor yang mau beliin kuda untuk saya, dan kirim saya ke Eropa," ungkapnya.
Kecintaan Ferry terhadap olahraga berkuda ini akhirnya mengesampingkan hal yang menjadi beban pikirannya, yakni pemerintah mengetahui kegiatan dan upaya berlatih kuda sampai ke negeri Eropa, namun tak kunjung mendapat bantuan.
Sejak usia lima tahun, Ferry memang telah belajar menunggang kuda dan mulai termotivasi untuk mengikuti jejak sang ayah sebagai atlet berkuda dengan berlatar kavaleri Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Ferry hanya ingin fokus pada turnamen perdana kuda Faults Free di Asian Games 2018. Menurut dia, lawan terberat bukan dari atlet negara lain, melainkan dari dirinya sendiri.
"Tantangan terberat ada di diri sendiri, kalau bisa lawan 'nervous' sendiri, pasti bisa melawan atlet lain. Karena persiapan sudah bagus, latihan sudah, kudanya pun sama," katanya.
Hingga hari ke-delapan Asian Games 2018, Tim Equestrian Indonesia belum mampu memperoleh medali. Empat atlet yakni Raymen Kaunang, Yanyan Hadiansyah, Kurniadi Mustopo, dan Ferry Wahyu Hadiyanto siap berkompetisi dengan 64 atlet lainnya pada kualifikasi disiplin Jumping Show Equestrian, Senin ini di JIEP Pulomas.
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018