Sebatik (ANTARA News) - Ketika hubungan Indonesia dan Malaysia "memanas" karena masalah klaim teritorial, kondisi itu sepertinya hanya dirasakan oleh pejabat tinggi, mungkin di Jakarta dan Kuala Lumpur.

Akan tetapi, bagi warga perbatasan "suasana batin" mereka terasa baik-baik saja.

Mengapa? Hal itu, karena hakikatnya sejak puluhan tahun, bagi warga Bulungan yang kini terbagi menjadi Nunukan, Malinau, Tarakan dan Tanah Tidung, sudah menjalin hubungan tradisional dengan Tawau, Sabah, Malaysia.

Warga di wilayah Indonesia dan Malaysia hanya tersekat oleh bilik administratif, akan tetapi secara sosial budaya, mereka masih sama atau "sedarah".

Begitu pula halnya antara warga di Krayan dan Serawak.

Persamaan sebagai bangsa serumpun, bahkan masih ada pertalian darah, persamaan sosial dan budaya, serta berbagai persamaan lain, pada gilirannya bisa menjadi kekuatan bersama karena berbagai potensi di daerah tersebut, termasuk menyangkut bidang ekonomi.

Potensi ekonomi daerah perbatasan itu dirasakan oleh guru pendamping para pelajar yang menjadi peserta kegiatan Siswa Mengenal Nusantara (SMN) 2018 Mohamad Sodeli dari SMA Negeri 44 Jakarta.

Kegiatan SMN 2018 adalah bagian dari pelaksanaan program BUMN (Badan Usaha Milik Negara) Hadir Untuk Negeri.

BUMN Hadir Untuk Negeri adalah kegiatan yang digelar dalam rangkaian HUT (Hari Ulang Tahun) Kemerdekaan Republik Indonesia.

Pada 2018, penyelenggara BUMN Hadir Untuk Negeri di Kalimantan Utara adalah Pupuk Indonesia.

"Kawasan perbatasan punya potensi ekonomi besar yang mesti dioptimalkan, berbagai bidang, perikanan, perkebunan, perdagangan," katanya usai perayaan HUT RI 17 Agustus di Sebatik, Nunukan, Kalimantan Utara yang digelar olek Pupuk Indonesia.

Saling Membutuhkan

Warga Sebatik, Indonesia sangat tergantung dengan berbagai kebutuhan yang dipasok dari Malaysia, sebaliknya Tawau juga membutuhkan hasil produk perikanan dari Nunukan.

Khusus perikanan, pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga telah berusaha mengoptimalkan dengan memberikan bantuan 60 unit kapal kepada koperasi nelayan di Kalimantan Utara (Kaltara).

Rencananya kapal berukuran lima dan 10 Gross Tonage (GT) itu, diberikan kepada para nelayan di Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan pada akhir 2018.

Bantuan kapal tangkap itu diharapkan Gubernur Kaltara Irianto Lambrie bisa dimanfaatkan nelayan setempat secara optimal untuk menghidupkan Sentra Perikanan dan Kelautan Terpadu (SKPT) Sebatik yang tidak lama lagi bakal dioperasikan.

Keberadaan SKPT merupakan pendukung pembangunan pulau-pulau kecil dan kawasan perbatasan dengan basis sektor kelautan dan perikanan sebagai penggerak utamanya.

Potensi ekonomi itu, terlihat dari berlakunya uang ringgit dan rupiah di Pulau Sebatik sehingga ada istilah "Satu Pulau Dua Tuan".

Terhadap keunikan itu membuat para pelajar yang menjadi peserta kegiatan SMN dari DKI Jakarta ke Kaltara ikut berburu ringgit di Sebatik.

Caranya, belanja menggunakan rupiah dan memperoleh uang pengembalian menggunakan ringgit sebagai cenderamata atau suvenir.

Pulau Sebatik terbelah menjadi dua zona teritorial, yakni sebelah utara 187,23 km persegi milik Malaysia, sedangkan 246,61 km persegi yang dimiliki oleh Indonesia.

Optimalisasi potensi ekononi itu juga sudah dibahas Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.

Kadin sudah membahas kerja sama perdagangan perbatasan belum lama ini dengan Pemerintah Negeri Sabah, Malaysia.

Ketua Kadin Nunukan Irsan Humokor menghadiri undangan Pemerintah Malaysia terkait dengan dialog kerja sama perdagangan lintas batas di Kota Kimabaku Negeri Sabah.

Dialog menyinggung soal upaya pemerintah Malaysia di bawah pemerintahan baru kepemimpinan Mahathir Muhammad membuka kembali perdagangan dengan Kabupaten Nunukan dengan Sabah.

Keberadaan Kadin Nunukan pada acara tersebut atas undangan langsung Pemerintah Negeri Sabah. Mereka didampingi Konsulat Jenderal RI Kota Kinabalu.

Poin penting pada dialog itu di antaranya adanya peluang kerja sama perdagangan kembali secara timbal balik antara Kabupaten Nunukan dengan Tawau Negeri Sabah.

Membuka Kembali

Jimmy Wong Sze Phin, Pembantu Menteri di Jabatan Ketua Menteri Sabah menyatakan bahwa pemerintahan baru Malaysia akan membuka kembali bisnis antara kedua negara, khususnya wilayah perbatasan melalui "border trade" dan "barter trade" dengan Indonesia.

Keinginan pihak Malaysia di bawah kepemimpinan Mahatir untuk mendorong terjalinnya hubungan baik dan jejaring antara pengusaha kawasan dengan memanfaatkan potensi ASEAN sebagai kawasan ekonomi terbuka.

Pemerintah Malaysia akan fokus pada hubungan perniagaan dengan Indonesia di wilayah perbatasan, khususnya Negeri Sabah dengan Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan.

Terlihat Malaysia di bawah Perdana Menteri Mahatir Mohamad berniat sungguh-sungguh untuk menumbuhkan kerja sama lebih luas karena acara juga dihadiri delegasi Australia, Hong Kong, Brunai Darussalam, Pemerintah Belalawan, dan pengusaha Tawi-Tawi Filipina.

Dari "Negeri Jiran" hadir pengusaha Lahad Datu, Sandakan, Tawau, dan Semporna.

Menyingung masalah perdagangan lintas batas dari Tawau-Nunukan yang sempat terhambat, pihak Malaysia berjanji akan mengubah sehingga menjadi lebih rmudah dan segera dibahas pada pertemuan berikutnya.

Tampaknya, dengan berbagai kedekatan daerah (sempadan), sosial-budaya, bahkan pertalian darah, maka hubungan "saudara serumpun" bisa menjadi kekuatan bersama, khususnya bidang ekononi seperti harapan pemerintahan baru di bawah pimpinan Perdana Menteri Mahatir.

Baca juga: Artikel - Asa di pulau "dua tuan"
Baca juga: Nuansa "heroik" HUT RI di perbatasan

Pewarta: Iskandar Zulkarnaen
Editor: Arief Mujayatno
Copyright © ANTARA 2018