Pati (ANTARA News) - Semua kapal yang melakukan aktivitas perbaikan di Pelabuhan Juwana Kabupaten Pati, Jawa Tengah, wajib melaporkan kegiatan tersebut kepada syahbandar setempat untuk antisipasi terjadinya kebakaran yang sudah berulang kali terjadi.
"Kewajiban tersebut sebetulnya sudah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, terutama pada Pasal 216," kata Kapolres Pati AKBP Uri Nartanti Istiwidayati melalui Kanit Penegakan Hukum Polair Aiptu Tamziz di Pati, Minggu.
Pengajuan persetujuan kegiatan perbaikan kapal hingga pengisian bahan bakar, kata dia, bertujuan agar aktivitas perbaikan, terutama terkait dengan pengelasan, benar-benar memenuhi "standard operating procedure" (SOP).
Pemilik kapal yang mengajukan izin tentunya akan mendapatkan penjelasan, termasuk standar operasional prosedur yang harus dipatuhi.
Salah satunya, dalam aktivitas perbaikan kapal, terutama pengelasan, wajib menyiapkan alat pemadam api ringan untuk antisipasi kemungkinan terjadinya kebakaran.
Pemahaman soal SOP tersebut, menurut dia, perlu disampaikan kepada pemilik kapal, nakhoda dan pekerja yang melakukan perbaikan kapal.
Tim gabungan yang terdiri atas Polair Pati, Syabhandar dan Pos Angkatan Laut Juwana juga melakukan patroli guna memastikan ada tidaknya aktivitas perbaikan kapal yang belum mengantongi surat izin dari Syahbandar.
"Hasilnya, memang masih ditemukan dan mereka ternyata belum mengetahui adannya aturan bahwa setiap ada aktivitas perbaikan wajib mengajukan persetujuan," ujarnya.
Bahkan pada Pasal 216 disebutkan bahwa pengajuan persetujuan tidak hanya saat aktivitas perbaikan kapal, tetapi aktivitas pengisian bahan bakar juga harus ada persetujuan dengan Syahbandar.
Karena masih ada pemilik kapal yang belum mengetahui aturan tersebut, tim gabungan yang berpatroli juga sekaligus melakukan sosialisasi aturan tersebut.
Sejumlah banner yang berisi imbauan untuk mengajukan izin perbaikan kapal juga dipasang di sejumlah lokasi strategis.
Selain itu, pemasangan banner tersebut juga untuk mengajak semua pihak melakukan pencegahan kebakaran karena peristiwa kebakaran kapal tercatat sudah tiga kali, di antaranya terjadi pada tahun 2015.
Setidaknya ada enam kapal yang hangus dan menyebabkan kerugian hingga belasan miliar rupiah.
Peristiwa serupa terjadi lagi pada bulan Juli 2017 yang menghanguskan sedikitnya 16 kapal nelayan dengan kerugian mencapai puluhan miliar rupiah.
Peristiwa kebakaran tersebut juga mengakibatkan tiga korban luka dan harus dilarikan ke rumah sakit terdekat.
Sementara kasus terbaru, yakni pada 9 Agustus 2018 mengakibatkan lima unit kapal ikan yang bersandar di sisi selatan Pulau Seprapat yang berada di aliran Sungai Juwana terbakar.
Akibat kejadian tersebut, kerugian ditaksir mencapai Rp20 miliar.
Dari lima kapal yang terbakar, dua kapal di antaranya merupakan kapal yang sedang dalam pembangunan kapal baru dan dua kapal yang biasa untuk melaut milik PT Dua Putra Utama Makmur.
Penyebab kebakaran masih menunggu hasil pengujian oleh Tim Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri Cabang Semarang.
Baca juga: 14 saksi kebakaran puluhan kapal di Benoa diperiksa
Baca juga: Polresta Denpasar belum tetapkan tersangka kebakaran 40 kapal
Baca juga: Muatan KM Lintas Bahari VIII terbakar di Sungai Kapuas
Pewarta: Akhmad Nazaruddin
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2018