Jakarta (ANTARA News) - Tim gabungan Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK) dan Polda Kalimantan Barat menyita tujuh ekskavator pertambangan bauksit tanpa izin di Hutan Produksi Konversi (HPK) Sungai Tulak yang dilakukan oleh PT Laman Mining.
Tujuh ekskavator, tersebut disita dari Kecamatan Matan Hilir Utara, Kabupaten Ketapang. Ekskavator adalah alat untuk melakukan ekskavasi.
Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan KLHK Sustyo Iriyono dalam keterangan tertulisnya diterima di Jakarta, Sabtu, mengatakan penyidik KLHK menetapkan PT Laman Mining secara koorporasi sebagai tersangka dan masih terus memeriksa unsur direksi dan komisaris yang diduga sebagai aktor intelektual dalam kegiatan illegal tersebut.
Perusahaan tambang bauksit PT Laman Mining membawa tujuh alat berat ekskavator untuk digunakan dalam kegiatan penambangan bauksit di dalam kawasan HPK Sungai Tulak Kabupaten Ketapang di dua Tempat Kejadian Perkara (TKP) yang berbeda tanpa izin, ujarnya.
Kawasan hutan Sungai Tulak yang dieksploitasi PT Laman Mining merupakan buffer zone dari Taman Nasional Gunung Palung dan juga merupakan salah satu habitat orangutan sehingga sangat penting untuk dijaga habitat ini tidak rusak.
Terkait dengan kasus tambang illegal di lanskap Sungai Putri Gunung Palung ini, Dirjen Gakkum KLHK Rasio Ridho Sani mengatakan kegiatan tambang ilegal harus ditindak tegas, apalagi pelakunya korporasi.
"Mereka harus dihukum seberatnya, mereka ini tidaknya hanya merugikan negara, mereka telah merusak ekosistem dan habitat satwa, serta mengancam kehidupan masyarakat," katanya.
Ini kejahatan luar biasa (extraordinary), kata Rasio. "Ibu Menteri KLHK, Siti Nurbaya memerintahkan untuk menindak tegas pelaku perusakan lingkungan dan kawasan hutan. Agar jera, kami sedang mempelajari kemungkinan penindakan tambang ilegal ini dengan menggunakan tindak pidana pencucian uang".
Penyidik KLHK menetapkan PT Laman Mining sebagai tersangka berdasarkan dua alat bukti yang cukup dan diduga telah melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Pasal 89 Ayat 2 Huruf a dan/atau Huruf b, dengan ancaman hukuman penjara paling singkat 8 tahun dan paling lama 20 tahun, plus denda paling sedikit Rp20 miliar dan paling banyak Rp50 miliar.
Penggerebekan ini berdasarkan informasi masyarakat tentang adanya aktivitas pertambangan ilegal di HPK Sungai Tulak yang ditindaklanjuti dengan kegiatan pengumpulan bahan keterangan (pulbaket) dan Operasi Pengamanan dan Penegakan Hukum Kawasan Hutan.
Pada Senin, 20 Agustus 2018, sekitar pukul 12.30 WIB, pada TKP 1 areal Puring, Tim SPORC KLHK Brigade Bekantan menemukan tiga unit alat berat jenis ekskavator merk Komatsu dan Hitachi sedang melakukan kegiatan penambangan bauksit di HPK Sungai Tulak.
Pada TKP 2 areal Kempapak, Tim SPORC kembali mendapati empat unit alat berat jenis ekskavator merk Doosan, Komatsu dan Hitachi yang juga melakukan kegiatan penambangan bauksit di dalam kawasan HPK Sungai Tulak.
PT Laman Mining mengklaim bahwa areal Puring dan areal Kempapak merupakan Wilayah IUP-nya, padahal belum mengantongi izin pinjam pakai dari Menteri LHK. Dari hasil "overlay" dengan peta Kawasan Hutan bahwa areal Puring dan Kempapak masuk ke dalam HPK Sungai Tulak.
Terhadap penanganan perkara ini, KLHK akan terus berkoordinasi dengan Polda Kalbar, Kejati Kalbar dan penegak hukum lainnya untuk terus mengawal perkara ini hingga tuntas, ujar Rasio.
Baca juga: Pulau-pulau di Bintan terancam akibat tambang ilegal
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2018