“Bahkan dengan memakai kompos air, dapat mengurangi pemborosan air yang tengah dibutuhkan,” kata Ketua Yayasan Lingkungan Tanpa Batas Indonesia Sri Mulyani di Mataram, Sabtu.
Dia sudah lama mempraktikkan penggunaan toilet kompos untuk buang air besar di rumahnya. Hasilnya tidak ada kata boros dalam penggunaan air.
Diapun berharap bisa menularkan ilmu serta pengalamannya kepada para pengungsi.
Media yang digunakan sangat mudah didapat, yakni ember. Tinggal memilih mau ukuran besar atau kecil sesuai dengan kebutuhan.
Sedangkan dudukan untuk buang air bisa menggunakan valet atau bekas kotak buah-buahan.
Kemudian ember itu diisi dengan bubuk gergaji. Setelah buang air, tinggal dibuang ke tempat penampungan untuk dijadikan kompos.
Paling tidak butuh waktu tiga bulan, untuk dijadikan kompos bagi tanaman. Pengganti dari bubuk gergaji bisa dengan bubuk sabut kelapa. “Itu mudah didapatnya,” katanya.
Setidaknya dengan menggunakan toilet kompos itu, bisa mengurangi penggunaan air di pengungsian. “Seperti untuk buang air besar saja, harus tiga liter air, belum lagi dengan tiga liter untuk membuang kotoran ke kloset,” ujarnya.
Bayangkan saja, jika tiga liter air itu dikalikan dengan 200 pengungsi. Hasilnya 600 liter yang berarti bisa digunakan untuk kebutuhan minum atau lain-lainnya.
Yang jelas, tidak akan ada bakteri atau bahaya bagi kesehatan manusia dengan penggunaan toilet kompos ini.
Dia telah sejak lama menggunakan toilet kompos tersebut di rumahnya di wilayah Gatep, Ampenan, Mataram. Karena itu, tidak salahnya pengungsipun bisa mensiasasi keterbatan air tersebut.
Baca juga: Diperkirakan akan ada 4.000 kelahiran di pengungsian gempa Lombok
Baca juga: Perempuan rawan kekerasan saat terjadi bencana
Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2018