Canberra (ANTARA News) - Kebijakan Canberra memberlakukan
travel advisory (saran perjalanan-red.) terhadap Indonesia tidak hanya merugikan Indonesia tetapi juga menghambat para pelajar dan guru Bahasa Indonesia dari sekolah-sekolah Australia untuk berkunjung sehingga mereka terpaksa memilih Malaysia sebagai tempat belajar Bahasa Indonesia bagi para siswanya.
"Saya sangat prihatin dengan terus diberlakukannya
travel advisory itu karena kami (murid dan guru-red.) tidak lagi bisa mengunjungi sekolah Santo Yosef di Jakarta Timur yang telah sejak 1996 menjalin kerja sama
sister school (sekolah kembar) dengan Emmanus College tempat saya bekerja," kata Julie Johannes kepada ANTARA News yang menemuinya seusai mengikuti upacara bendera HUT RI ke-62 di KBRI Canberra, Jumat.
Wanita Australia yang sudah menjadi guru Bahasa Indonesia selama 10 tahun di lembaga pendidikan Katholik di Melbourne itu mengatakan, sebelum adanya
travel advisory, para siswa dan guru kedua sekolah silih berganti melakukan kunjungan namun beberapa tahun terakhir ini sekolahnya tidak lagi mengirim rombongan murid dan guru ke Sekolah Santo Yosef di Jakarta tersebut.
"Dulu sekolah saya mengirimkan anak-anak (siswa/i) ke Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia. Tapi sejak diberlakukannya
travel advisory, kami tidak lagi boleh membawa anak-anak ke Indonesia. Dan pada 2008, sebanyak 20 orang siswa dan dua orang guru terpaksa dikirim ke Malaysia mengingat bahasa yang digunakan di negara itu mirip-mirip Bahasa Indonesia," katanya.
Kondisi ini sangat menyakitkan bagi dia karena mereka sebenarnya tidak mau tetapi terpaksa "harus mau" ke Malaysia padahal mengunjungi berbagai tempat menarik di Indonesia seperti Candi Borobodur di Jawa Tengah, Pulau Bali, dan Yogyakarta, adalah pilihan yang ideal bagi para pelajar Australia yang belajar Bahasa Indonesia, katanya.
Namun kepala sekolah takut digugat para orang tua murid jika tetap mengirimkan anak didiknya ke Indonesia karena takut terjadi sesuatu terhadap anak-anak mereka, kata guru lulusan Universitas La Trobe dan bersuamikan orang Indonesia itu.
Menjawab pertanyaan tentang apakah kondisi pengajaran Bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa asing lainnya di Australia akan lebih baik jika Partai Buruh Australia (ALP) yang naik di pemerintahan, ia mengatakan, mungkin saja akan lebih mudah membangun program pendidikan bahasa asing, termasuk Indonesia, jika Kevin Rudd (pemimpin oposisi/ALP-red.) yang menjadi perdana menteri.
Dalam pandangannya, Kevin Rudd yang mampu berbahasa Mandarin dan lulusan Fakultas Studi-Studi Asia Universitas Nasional Australia (ANU) akan memberikan lebih banyak dana bagi pengajaran bahasa asing, khususnya Asia, bagi sekolah-sekolah di negara itu.
Pada masa pemerintahan Paul Keating (dari ALP-red), terdapat pendanaan cukup besar yang disediakan pemerintah dan dikenal dengan sebutan "NALSAS Funding" bagi mendukung pengajaran bahasa asing di lembaga-lembaga pendidikan di Australia, katanya.
Dengan dana itu, banyak sekolah mampu membayar para pemain yang terlibat dalam pertunjukan seni budaya dan pengajaran pencak silat misalnya, namun anggaran tersebut dihentikan Pemerintahan Perdana Menteri John Howard sejak beberapa tahun lalu sehingga pihak sekolah memiliki uang yang cukup untuk membiayai program-program semacam pertunjukan seni budaya itu, kata Julie.
Apa yang menjadi kegelisahan Julie Johannes juga dirasakan Nasrin Zaher, guru Bahasa Indonesia di Norwood Secondary College.
Guru wanita asal Afghanistan yang pernah belajar di SMA 10 Bandung dari Desember 1998 hingga Januari 1999 itu mengatakan,
travel advisory telah menghambat sekolah untuk mengirim para siswanya ke Indonesia.
"Pihak sekolah tidak boleh membawa siswa-siswanya ke Indonesia sehingga 10 orang murid di sekolah kami terpaksa pergi ke Malaysia untuk belajar Bahasa Indonesia," kata guru yang belajar Bahasa Indonesia secara formal selama delapan tahun, termasuk empat tahun di Universitas Deakin Australia, itu.
Sementara itu James Sheeran, siswa kelas 12 The Kimore International School Victoria, mengaku memilih Bahasa Indonesia daripada Bahasa China sebagai mata pelajaran pilihan bahasa asing di sekolahnya karena ibu dan kakaknya pernah belajar Bahasa Indonesia.
"Setidaknya mereka bisa membantu saja dalam belajar," kata James yang mengaku bercita-cita masuk Fakultas Hukum ANU sambil terus belajar Bahasa Indonesia jika lulus dari sekolahnya.
Ia mengatakan, pada 2006, ia sempat belajar di kelas dua SMA Al Azhar Jakarta untuk membantunya belajar Bahasa Indonesia.
"Dua minggu itu adalah pengalaman yang menarik, tapi banyak teman saya (siswa Al Azhar) yang justru lebih suka berbicara dalam Bahasa Inggris kepada saya. Untungnya, di kelas, komunikasi harus dalam Bahasa Indonesia," katanya.
Kehadiran Nasrin Zaher, Julie Johannes, dan James Sheeran bersama sekitar 150 warga Indonesia dan Australia dalam upacara bendera HUT RI ke-62 itu merupakan hasil kerja sama Perhimpunan Pengajar Bahasa Indonesia Victoria (VILTA) dengan KBRI Canberra. Selain mereka, juga ada dua orang siswi Australia lainnya, yakni Rachel Simpson dan Jacqueline Adam.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007