Yogyakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS diperkirakan akan terus bergejolak dalam satu bulan ke depan, karena kondisi pasar internasional yang kurang stabil.
"Setelah satu bulan kemungkinan rupiah akan stabil kembali, sehubungan para investor di pasar internasional sudah memiliki strategi 'security investment' sehingga gejolak tidak terus berlanjut," kata pengamat ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Ahmad Ma`ruf SE, MSi, kepada ANTARA di Yogyakarta, Jumat.
Menurut dia, melemahnya rupiah terhadap dollar AS saat ini disebabkan krisis "subprime mortgage" di Amerika Serikat yang meluas ke seluruh dunia.
Investor di pasar Amerika Serikat tidak akan tinggal diam dan bertahan di Amerika Serikat, mereka akan lari ke pasar Asia yang lebih menjanjikan.
Meski sejumlah bank sentral, baik di Amerika Serikat maupun Eropa, telah mengeluarkan dana cadangannya untuk mengantisipasi gejolak tersebut, namun tekanan negatif pasar global masih membuat rupiah tidak stabil.
"Kalau Indonesia tidak menyiapkan langkah antisipasi, ketika krisis melanda Asia maka yang akan terkena pertama kali adalah Indonesia," katanya.
Menurut dia, hal itu terjadi karena sistem nilai tukar yang digunakan Indonesia adalah sistem nilai tukar mengambang bebas, bukan mengambang terkendali, sehingga akan terus terpengaruh oleh kondisi pasar internasional.
Meski demikian, gejolak nilai tukar ini tidak akan berlangsung lama, kecuali terdapat faktor internal yang memberi tekanan negatif terhadap rupiah, seperti kegagalan ekspor dan sektor industri yang macet.
Faktor internal akan lebih berpengaruh terhadap rupiah dibandingkan dengan faktor eksternal, karena faktor tersebut akan berpengaruh pada cadangan devisa.
"Dengan mekanisme pasar bebas, cadangan devisa menjadi satu-satunya instrumen untuk menjaga nilai tukar rupiah," katanya. (*)
Pewarta:
Copyright © ANTARA 2007