Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi yang juga anggota DPR, Dradjad Wibowo, menganggap target pertumbuhan ekonomi 2008, 6,8 persen, terlalu tinggi sehingga pemerintah malah akan mengalami kesulitan pembiayaan. "Jangan pasang target pertumbuhan terlalu tinggi seperti 6,8 persen. Ini akan memberikan sinyal bahwa pemerintah butuh dana lebih banyak, sehingga pasar semakin lari dan minta return lebih besar," kata Dradjad di Jakarta, Kamis. Menurutnya, target setoran pajak yang terlalu tinggi guna menutupi kebutuhan pembiayaan pembangunan juga dikhawatirkan gagal terpenuhi sehingga memberi sinyal makin buruk pada pasar. Terkait dengan kondisi terkini dimana indeks harga saham gabungan (IHSG) dan rupiah tengah terpuruk, Dradjad mengemukakan bahwa Indonesia mengalami dampak "shock" paling buruk di banding negara-negara Asia lainnya. "Ini adalah bukti bahwa fundamental makro sangat tergantung faktor eksternal. Dia tidak sekuat yang digembar gemborkan selama ini karena memang perbaikan makro 2005-awal 2007 banyak dipengaruhi faktor eksternal," ujar anggota Komisi XI dari Fraksi PAN itu. Menurutnya, pemerintah, DPR dan BI harus bersama-sama menenangkan pasar agar pembalikkan dana asing tidak terlalu cepat dan besar. "Salah satunya adalah dengan menekan defisit 2007 dan 2008. Dengan demikian kebutuhan penerbitan SBN dapat ditekan serendah mungkin. Jika perlu penerbitan SBN bruto sama dengan SBN yg jatuh tempo, sehingga nettonya nol," ujarnya. Demikian juga dengan divestasi BUMN yang juga harus dikurangi, meskipun sudah ada persetujuan DPR, karena harganya pasti anjlok. "Kedua langkah ini akan berikan sinyal bahwa fiskal terkendali sehingga investor akan mengurangi pembalikan modalnya," demikian Dradjad.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007