Yogyakarta (ANTARA News) - Target RAPBN 2008 yang ditetapkan oleh pemerintah secara umum tidak ada kemajuan dibandingkan dengan keadaan saat ini. "Secara keseluruhan asumsi yang dipatok merupakan target yang tidak jauh berbeda dengan kondisi saat ini, hanya saja pemerintah terlalu hati-hati dalam mematok harga minyak mentah dan terlalu optimistis menargetkan tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI)," kata pengamat ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Ahmad Ma`ruf kepada ANTARA News di Yogyakarta, Kamis. Ia mengatakan target pertumbuhan ekonomi 6,8 persen tidak jauh berbeda dengan kondisi sekarang, tingkat inflasi yang diproyeksikan 6 persen juga masih realistis dibandingkan saat ini. Target rata-rata harga minyak mentah 60 dolas AS per barel, menurutnya, menunjukkan kepesimisan pemerintah, mengingat harga di pasar internasional berkisar 69-70 dolar AS per barel. Kalau impor masih lebih besar dari pada ekspor hal itu akan merugikan, namun kalau ekspor bisa didongkrak melebihi impor maka akan menguntungkan, bahkan bisa `saving`. Menurut dia, suku bunga SBI yang diproyeksikan sebesar 7,5 persen merupakan target yang telalu optimistis, mengingat tingkat inflasi dipatok 6 persen dan tingkat suku bunga saat ini masih tinggi yaitu 8,25 persen. "Padahal tahun 2008 merupakan masa yang berat, kondisi sosial, ekonomi, dan politik secara makro diperkirakan mengalami pergeseran," katanya. Sepertinya akan cukup sulit untuk menurunkan suku bunga SBI hingga 7,5 persen kalau tingkat inflasi masih dipatok cukup tinggi. Ia mengatakan gejolak yang terjadi di pasar Internasional akan mempengaruhi cadangan devisa negara. Sedangkan cadangan devisa menjadi satu-satunya instrumen untuk menjaga nilai tukar rupiah. Proyeksi nilai tukar rupiah terhadap dolar Rp9.100 sepertinya sudah memperhitungkan gejolak internasional yang kemungkinan terus berlanjut. "Proyeksi 2008 yang tidak jauh berbeda dengan kondisi saat ini tersebut akan membebani sektor riil, dan berimbas pada bertahannya fenomena pengangguran," katanya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007